MAIN CAST : Oh Hyun Joo (OC) || Kim JongIn a.k.a Kai
AUTHOR : Iynun Chan
GENRE : Sad Romens
LENGTH : OneShot
Summary : Aku mencintaimu "Hanya dengan melihat, lidahku menjadi keluh"
Desclaimer : FF ini murni karya saya, titik gak pakek koma. no plagiat no kacang... bila ada yang mencoba-coba plagiat, awas malaikat maut sudah nunggu di sampingmu! (buat apa?) ya buat nyabut nyawa mu, ya kamu (dengan Gaya dodit) . Oops, jangan lupa ninggalin jejak ya readers, karena dari komen2 readers akan membuat saya lebih bisa menyadari pontensi dan kekurangan saya,, hehehe...
ok reades selamat membaca..
~~HAPPY READING~~
Aku, Oh Hyun Joo anak kedua dari tiga bersaudara. Teman-temanku memanggilku Hyun Joo. Umurku 17 tahun, Kelas dua SMA, di salah satu SMA ternama di kotaku, Seoul. Di umur yang terbilang cukup dewasa ini, aku Oh Hyun Joo belum pernah jatuh cinta.
Tapi itu semua kini masalaluku, aku telah menemukan cintaku. Aku mengenalnya saat kami mengadakan perjalan pariwisata tahunan sekolah kami, Dia kakak tingkatku, kakak tingkat yang sangat tampan dan seksi. JongIn, Kim JongIn. Nama yang bagus dari namja yang sangat keren. Aku jatuh cinta padanya, pada pandangan pertama.
Sejak hari itu, sepulangnya kami dari perjalan pariwisata sekolah. Aku memberanikan diri untuk mulai mendekatinya, mencari tahu tentangnya. Aku juga tidak tahu pasti sejak kapan kami mulai akrab, sering pergi kemana-mana berdua. aku sangat menikmati masa-masa berduaan dengannya. Aku tidak tahu apakah ia juga memiliki rasa yang sama padaku. Karena salama pertemanan ini, kebersamaan ini, dia tidak pernah mengatakan cinta padaku, ataupun menolak ajakanku. Dia membuatku bingung.
Tapi aku sadari, aku tidak cukup kuat untuk menanggung sendiri derita mencintainya dengan diam-diam, akhirnya pada suatu kesempatan yang sangat aku tunggu-tunggu. Aku Oh Hyun Joo memberanikan diri untuk mengungkapkan cinta pada, Kim JongIn.
“Aku mencintaimu, oppa,” kataku, suatu malam saat kami tengah berjalan di sebuah taman cantik yang di penuhi dengan bunga-bunga indah yang berwarna-warni.
Ia menghentikan langkahnya, menatapku lama, sebelum tersenyum dan mengangguk, ia menerima pernyataan cintaku. Hahaha Kim JongIn oppa menerima cintaku. Aku senang sangat senang. Rasa bahagia itu membuat aku tersenyum sepanjang tidurku.
~~~~
“Oppa, hari ini kita nonton film yuk.” ajakku suatu hari.
“Maaf, tidak bisa.”
“Kenapa? Oppa sibuk ya?”
“Aku sudah ada janji dengan teman-emanku.”
“Oh..” Lagi, lagi, lagi ia menolak ajakanku. Janji selalu saja ada janji dengan temannya. Kanapa JongIn oppa menjadi seperti ini. Dulu oppa tidak seperti ini, saat kita belum berkencan, JongIn oppa tidak pernah menolak ajakanku. Tapi sekarang, selalu saja ada alasan untuk menolakku. Aku sedikit sakit hati padanya.
Pernah suatu hari, ia menolak ajakan kencanku dengan alasan sibuk. Namun, aku menemukannya tengah berjalan bersama seorang yeoja. Dia terlihat tertawa, bahagia. Sangat berbeda ketika bersamaku, dia kelihatan selalu canggung dan salah tingkah. Aku benar-benar sakit dibutnya.
Dia tidak pernah mengatakan cinta padaku, mengatakan rindu padaku. Dia juga tidak pernah menghubungiku, aku yang selalu memulainya. Aku tahu, aku yang pertama kali mengungkapkan perasaan cintaku padanya, dan aku tidak tahu apakah dia menerimaku hanya merasa kasihan karena aku selalu mengajaknya, mengejarnya. Atau aku hanya menjadi penghibur saat ia merasa bosan dengan kekasih lainya. Ahhh… Memikirkan semua kemungkinan itu tak urung membuat hatiku nyeri,.
****
“Oppa.” aku menatap wajah tampan kekasihku. Melihat wajah tampan ini entah mengapa membuatku nyeri. Oppa mencintaiku? Oppa apa arti aku untuk mu? Suara hati bergemuruh di pikiranku.
“Ya.” ia menjawab pertanyaanku, tapi ia tidak menatapku. Ingin rasanya aku menangis. Mengutuknya, memukulnya, karena membuat hatiku sakit.
“Aku mencintamu.”
Akhirnya ia menatapku, memandangi wajahku lama. Bola matanya yang berbinar aneh itu, senyum yang aneh itu, aku ingin sekali memiliki sepenuhnya.
“Aku tahu.” Dia tersenyum, namja yang begitu aku cintai ini hanya tersenyum, dan kembali mengalihkan pandanganya dari wajahku. Ia terlihat serba salah, dan canggung. Hah! Akupun memalingkan wajahku, mataku panas menahan luapan air mata. Apa aku terlihat menjijikan didepanya.
Tic
Tic
Tic
Diam, hanya kesunyian kosong yang menyelimuti sela obrolan kami yang kaku. “Oppa ada janjinya?”
“Apa?” dia terlihat terkejut, dengan pertanyaanku yang tiba-tiba.
“Oppa terlihat sedang memikirkan sesuatu? Apa oppa punya janji lain? ku lihat dari tadi oppa merasa canggung duduk bersamaku,” suaraku sedikit bergetar. Janji lain? Ya, mungkin saja. Lalu terbayang kembali dalam ingatanku, sosok yeoja cantik yang bisa membuat JongIn oppa tertawa, tanpa ada kesan canggung atau serba salah.
“Ah. Mian, apa aku membuatmu tidak nyaman?” mata indahnya itu menatapku penuh kehangatan. Oppa kenapa kau selalu membuat ku sakit!.
“Tidak. Aku rasa aku yang membuat oppa merasa tidak nyaman. Kalau oppa ada janji lain, oppa bisa pergi.”
“Ah. Aku rasa juga seperti itu.” namja yang aku cinta ini, tersenyum manis padaku. Tentu saja, dia bahagia. Melihat kenyataan ini, membuat aku ingin berteriak marah padanya. Namun hanya linangan air mata kepedihan ku saja yang bisa mengantar kepergianya, malam itu.
****
Tanggal 17 september hari ulang tahunku, yang ke 18 tahun. Hari kebahagianku, di rayakan dengan cukup meriah oleh kedua orang tuaku. Aku tertawa malam itu bersama dengan teman-temanku. Tapi aku sakit, hatiku sakit. Karena JongIn oppa tidak datang keacara ulang tahunku, mengucapkan selamat ulang tahun saja tidak ia lakuakan, bahkan kini dua haripun telah berlalu, tak ada kabar darinya. Hah! Dia benar-benar, tahu bagiamana menyakitiku.
Trett— terdengar suara bell pintu berbunnyi.
Aku sedikit berlari membuka pintu. JongIn oppa, aku memekik lirih. Sosok namja yang menawan dengan senyum manisnya, tengah berdiri menatap ku lembut.
“Oppa?”
“Annyeong,” ia melambaikan tanganya, manis.
Hah! Aku menatapnya marah, setelah hampir dua hari tanpa kabar, kini dengan santainya ia mengatakan hello di depan ku.
“Ini untukmu,” ia memberikanku sebuah boneka, sesaat setelah kami duduk di kursi di beranda rumah ku.
“Ini apa?”
“Boneka?”
“Aku tahu, tapi untuk apa?”
“Hanya. Hanya ingin memberikannya untukmu,”
“Hanya, ingin memberikan?” aku menghela nafas, mencoba menahan gemuruh yang semakin memuncak di hatiku. “Oppa tahu, kemaren hari apa?”
“Ahh,” ia sedikit tercekat, menggigit bibirnya, “Mian, aku tidak tahu”
“Tidak tahu?!” aku sedikit menekankan suaraku. “Oppa. Apa kau mencintaiku?”
“A…aku..”. terdengar suranya sedikit terbata-bata, sepertinya pertanyaanku sangat mengejutkan untuknya. Jelas saja, karena dia tidak pernah mencintaiku.
“Hem. Sepertinya kau tidak pernah menyukaikukan…. Oppa?” nada suaraku sedikit sinis. “Kau hanya bermain-main denganku, kan?” Mata Jongin oppa tampak menatapku tajam, ada sekilas kegetiran terlihat disana.
“Aku tidak mengerti apa masudmu, Hyun Joo.”
“Oppa!. Sudahlah jangan bersandiwara lagi di depanku.” Ia masih menatapku. Aku hanya tersenyum hambar, membiarkan JongIn oppa terus menatapku. Tapi entah mengapa tatap itu, seperti melukaiku. Ekpresi kekecewaan jelas terlihat di matanya.
Terdengar tawa samar dari bibirnya. Kulihat kini JongIn oppa tengah menggingit bibir bawahnya, yang tampak tergetar. “Aku tahu kau kecewa,, maaf, karena telah membuatmu kecewa. Mungkin aku bukan namja yang bisa kau andalkan”
“Bagus. Kau menyadarinya?” ujarku dingin. Tidak ada lagi kata cinta, ini terlalu menyakitkan.
JongIn oppa kini terlihat mulai tersinggung. Ia menatap kedua bola mataku tajam. Membuat nafasku tercekat. Tatapanya begitu kuat, menembus uluh hatiku. Hingga membuatku, menundukan wajah menghindari tatapanya.
“Ya. Aku menyadarinya. Aku menyadari bahwa aku melukaimu”
“Pembohong” ejekku sinis.
“Ya. Mungkin aku memang pembohong. Mungkin memang aku menyakitimu. Tapi ini lah aku sebenarnya. Tapi bukankah kau yang memulainya. Kau yang begitu mencintaiku. Kau yang begitu mengandalkanku. Kini dengan jahatnya kau bersikap dingin padaku. Justru disaat aku ingin lebih terbuka lagi padamu. Atau mungkin kau memang sudah bosan padaku? Seorang namja, yang bukan siapa-siapa… Hyun Joo”.
“Oppa. Kenapa kau kini jadi memojokanku? Seharusnya aku yang marah padamu,”
“Aku tidak tahu. Aku hanya merasa tercampakkan.” suaranya sedikit meninggi.
Aku terhenyak. Lagi-lagi aku tidak bisa marah sepenuhnya pada Namja ini, tidak bisa benci sepenuhnya. Aku marah, aku marah karena aku benar-benar tidak berdaya. Melihat JongIn oppa terluka entah mengapa, membuatku takut.
“Oppa,”
Tidak ada jawaban. Namja yang ada di sampingku ini, hanya menunduk.
“Oppa tahu benar, kalau aku sangat mencintaimu bukan? Aku selalu merindukanmu. Aku ingin selalu bersamamu. Aku ingin bahagia denganmu. Tapi oppa, kau tidak pernah mengatakannya. Kau tidak pernah mengatakan bahwa kau mencintaiku, bahwa kau juga merindukanku, ingin bahagia bersamaku. Aku menunggunya oppa, ah mungkin oppa lupa untuk mengatakannya, ah mungkin bukan malam ini, ah mungkin ini bukan waktunya. Aku terus berpikir seperti itu oppa. Kau tahu betapa menyiksanya itu?”
“Kau kecewa?”
“Ya aku kecewa. Tapi aku masih bisa menerimanya. Tapi tidak untuk perselingkuhanmu oppa. Aku membencimu, aku ingin memukulmu, aku ingin membunuhmu. Tapi aku tidak bisa oppa, aku tidak mempunyai kekuatan seperti itu. bahkan untuk marah padamu, oppa.. aku tidak sanggup.” aku menatap luluh bola matanya, bola mata namja yang sangat aku cintai ini.
JongIn oppa tertunduk, menggigit bibirnya. “Maaf. Maaf aku tidak tahu kalau selama ini, hubungan ini hanya menyakitimu. Maaf aku yang tidak peka akan perasaanmu. Maaf, aku yang tidak memperdulikanmu. Maaf, Hyun Joo.”
“Oppa?” aku menatap sosoknya nanar. Pandanganku buram oleh air mata. “Pulanglah, sementara ini kita jangan berhubungan dulu.”
“Tapi, Hyun Joo,”
“Oppa, sudahlah. Pulanglah,” Aku mengangkat wajahku, menatap wajah tampan seorang namja yang sangat aku cintai ini. lalu aku tersenyum hambar, aku melihat ekpresi rasa bersalah dari raut wajahnya. “Ku mohon pulanglah,” Butiran-bituran air mata jelas semakin deras menuruni lekuk pipiku.
JongIn oppa menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian tersenyum. “Baiklah, aku pulang,” Suaranya sedikit bergetar, ia menghela nafas panjang, ia terlihat terluka. Kemudian berlalu dari hadapku. “Bye Hyun Joo.”
“Oh..” aku menarik nafas panjang, menatap ke punggung tegap JongIn oppa. Udara terasa hampa. Aku menelan ludah, getir. Ada sesuatu yang menggigit perasaanku, ada sesuatu yang membuat hatiku terluka, lebih dari sebelumnya. Karena, karena dia terlihat terluka.
Ya, Hyun Joo. Sadarlah, dia tidak mungkin terluka karenamu. Suara hati, mencoba memperingatiku. Aku kembali menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya. Boneka itu masih duduk diam dalam pangkuanku. Aku mengamatinya, “Oh Hyun Joo, babo!”. Aku tersenyum getir sebelum masuk dan berguling menangis, terisak di dalam kamarku.
****
Sudah satu minggu sejak peristiwa malam itu. aku mesih acak-acakan di kamarku, aku mengamati boneka pemberiannya, sebuah boneka panda yang lucu. Yaaaa! Aku mengambil boneka itu dan melemparnya sebarangan. “Apa dia juga memberikan boneka yang sama pada yeoja itu?. hah! JongIn babo!”
Bip bip bip
Sebuah pesan masuk, JongIn oppa? Aku sedikit tersentak, benarkah? Tumben.
Hyun Joo, aku ingin bertemu denganmu, Aku sekarang ada di depan rumahmu.
Untuk apa dia ingin bertemu denganku?
Aku masih terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, seiring langkah kakiku yang semakin mendekat padanya. Namun aku sudah membulatkan hatiku, tidak adalagi kata cinta untuknya. Hyun joo, jangan berharap lebih, ok. Suara hatiku semakin keras mengingatkanku. Hah!
Kulihat kini, seorang namja tengah menunggu gelisah di depan gerbang rumahku, dan namja itu tampak tersenyum manis menyambut kedatanganku. Senyum yang sebelumnya dapat memabukkanku, tapi maaf saja oppa, Hyun Joo sekarang tidak lagi Hyun Joo yang menggilaimu.
“Ah. Hyun Joo. Kau datang? Aku kira kau masih marah padaku.”
“Weo?. Kenapa oppa ingin bertemu denganku. Ah! Untuk mengakhiri hubungan ini, tenang saja oppa. Aku sudah mengakhirinya, jadi oppa tidak perlu repot-repot mengunjungiku.”
“Hyun Joo. Kata-katamu sangat menyakitkan. Kau tahu?” ia kembali tersenyum manis padaku. “Ini. aku datang untuk memberikan bunga ini padamu?”
“Oppa!” aku sedikit meninggikan suaraku. Apa-apaan namja ini, kenapa ia bisa bertingkah seperti ini. “Aku tidak membutuhkanya?” aku mengambil bunga itu dan melemparnya kejalan. “Aku tidah membutuhkanya, aku tidak menyukai bunga itu. aku juga tidak ingin bertemu denganmu lagi.”
“Hyun Joo,” ia memanggil namaku lirih, tersenyum manis. Ia pun bergerak melangkah mengabil bunga itu dari jalan.
“Kenapa kau mengambilnya, aku sudah bilang aku tidak butuh itu. Aku membencimu Oppa.” Tapi ia tidak mengindahkan laranganku, ia terus melangkah untuk mengambil bunga mawar putih yang kini terlentang di tengah jalan.
Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn tiiiiiiiiiiiiiiinnnnnn
Brakkkkkkkkk— sebuah benturan yang cukup nyaring membuat aku tercekat. Mobil sedan itu berhenti tepat di depan mataku. Pandanganku buram, menatap nanar pada sosok manusia yang terbaring di atas aspal hitam, dengan bersimbah darah. “Oppa!” aku berteriak, berlari menghampirinya.
“Oppa,” aku memeluk tubuh itu dalam dekapanku. Menepuk wajahnya, mencoba menyadarkannya. “Oppa, ku mohon bangunlah,” air mataku ini jelas terlihat mengalir deras dari mataku.
“Hyun Joo,” terdengar suara samar dari bibir JongIn oppa.
“Ya.” aku menatap matanya, wajah tampanya tertutupi oleh darah yang terus mengalir dari lukanya.
“Maafkan aku, aku…”
“Oppa, sudahlah. Sebentar lagi ambulan datang,” aku memeluknya semakin erat.
“Aku mencintaimu,” suara samar itu, melumpuhkan duniaku.
“Ya. Aku tahu. Aku juga mencintaimu,” aku semakin erat memeluk tubuhnya.
Tapi, sosok yang ada dalam dekapanku kini, semakin melemas. Tubuhnya semakin mendingin. Aku memeluknya semakin erat, tidak ingin melepasnya. Air mataku kini bercampur dengan darahnya. Satu lengannya terjuntai bebas di samping tubuhnya.
“Andweeeeeeeeeeeeeeeeee!”
* * * *
“Hyun Joo, kau mau mengunjunginya lagi?”
“Ya, Eomma. Aku akan mengunjunginya lagi. Aku selalu merindukanya.”
“Hyun Joo,” suara Eomma lembut memanggil namaku. “Aku tahu kau sangat mencintainya. Tapi,”
“Eomma, aku akan bertanggung jawab atas pilihanku,” aku mencium pipi mulus Eommaku.
“Tapi, ini sudah lebih dari dua tahun.” Tatapan sendu Eomma menusuk uluh hatiku. Aku hanya tersenyu, aku tahu kekawatirannya, aku tahu karena Eomma sangat mencintaiku. Tapi ini hidupku, ini pilihanku, dan aku akan bertanggung jawab atas pilihanku sendiri.
“Ah. Aku pergi dulu, Eomma.” aku meninggalkan Eomma dengan sejuta kekawatiran tergambar di wajahnya. Mian, Eomma. Karena aku mencintainya.
Aku tersenyum di sepanjang perjalananku, udara pagi kota seoul terasa segar memenuhi paru-paruku. Seperti biasanya aku akan mengunjunginya, sebelum berangkat ke kampusku. Aku ingin mengucapkan selamat pagi padanya, aku ingin menciumnya.
Masih seperti biasanya. Ia tidak berubah, masih terlalu tenang. Masih bermimpi dalam lelapnya. Menungguku.
“Selamat pagi Oppa,” aku menghampirinya, duduk didekatnya, memandangi wajah tampan yang membuat aku tergila-gila dan aku selalu menyukainya.
“Hyun Joo,” sebuah suara yang terdengar merdu mengejutkan lamunanku. Aku menoleh keasal suara itu, dan kulihat kini sesok yeoja cantik tengah menatapku lembut.
“Unnie. Kau juga datang?” aku tersenyum manis menyambutnya. Sosok yeoja yang cantik itu kini berjalan anggun kearah kami, ia tersenyum memandangiku dan JongIn oppa bergantian.
“Kalian terlihat sangat cocok satu sama lain. Andai JongIn bisa melihatnya, dia pasti sangat bangga bisa mencintaimu. Nae Dongsaeng yang beruntung.”
“Dia tahu, Unnei. Oppa ku selalu tahu,” aku menggengam tanganya lembut, tanganya yang masih sama, tangan hangat yang selalu menggengamku. Aku mencium tanganya, oppa, kapan kau akan membuka matamu? Oppa betapa aku merindukanmu, aku ingin melihat bola matamu yang lembut senyummu yang manis, oppa kau mendengarkanku kah?
“Hyun Joo. Aku tahu kau sangat mencintainya. Terimakasih, terimakasih Hyun Joo. Tapi ini sudah terlalu lama, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Kita tidak akan tahun kapan dia akan bangun dari mimpinya. Kau berhak bahagia, kau tahu itu. kau cantik , kau masih…”.
“Unnie,” aku menyela perkataanya. “Aku tidak pernah menyalahkan diriku sendiri. Ini keputusanku. Aku yang membuatnya seperti ini, aku memiliki tanggung jawab padanya. Unnie tahu bukan, aku begitu jahat padanya. Aku yang tidak pernah mempercayainya, yang tidak pernah memahaminya, dengan jahatnya menuduhnya berselingkuh dengan kakaknya sendiri.” aku terisak, aku menatap nanar wajah tampan kekasihku yang masih terlelap dalam mimpinya yang panjang. Mengingat semua kejahatanku yang ku lakukan padanya tak urung membuat dadaku nyeri.
“Hyun Joo,” sebuah tangan yang halus menyentuh pundakku. “Aku tahu, maaf telah meragukan kesetianmu. Aku akan keluar. Aku tahu dia mungkin hanya ingin ditemanimu saat ini.” terdengar langkah kaki menjauhi kami, dan pintu berderit tertutup.
Kini dalam kamar ini, hanya tinggal kami berdua. 3 jendela 4 dinding dengan 1 pintu adalah kamar yang telah dihuni oleh kekasihku sejak dua tahun yang lalu. Tabung oksigen dan segala peralatan medis yang berguna untuk menunjang kehidupannya kini terpasang hampir di seluruh tubuhnya.
Aku kembali meneteskan air mata, mengecup lembut punggung tangannya yang hangat. Seandainya saja aku lebih pengertian, lebih memahaminya. Semua ini tidak akan pernah terjadi. Malam itu, setelah kecelakaan yang mengerikan itu. aku membeku di sudut pintu ruang oprasi. Diam, hanya helaan nafas yang menandakan bahwa aku masih hidup.
Seseorang datang padaku, wajah yang cantik dengan senyum yang menawan, memberikanku sebuah buku diary bersampul coklat tua dengan hiasan bulu tipis di ujung sampulnya. Milik Jongin oppa.
Air mataku tak berhenti mengalir malam itu. hatiku sakit seperti ribuan lebah menyengat dan membuat sarang disana. Kenangan demi kenangan kembali memutar pecah menjadi ribuan debu. Disana dituliskan semua yang ia rasakan, terhadapku.
Bagaimana ia begitu mencintaiku. Bagaimana ia juga memiliki ketertarikan sama padaku sejak pandangan pertama. Bagaimana ia begitu bahagia saat aku menyatakan cinta padanya. Bagaimana sikap canggung dan sereba salahnya, karena ia mencoba untuk tidak membuatku takut karena ia begitu gila ingin selalu bersamaku, memelukku, menciumku. Perasaanya yang begitu besar padaku membuat lidahnya keluh setiap kali ia ingin mengatakan cinta. Dan bodohnya aku yang tidak pernah mengerti perasaanya. Hanya menuntut dan menuduh yang bukan-bukan. Betapa sakitnya hati kekasihku, yang harus menanggu cintanya padaku.
Ada beberapa tulisan tanganya yang mampu menguras air mataku malam itu, tulisan tangan yang begitu indah, mengutarakan isi hatinya padaku.
Selasa 19, 9
lupa? Aku tidak mungkin melupakan hari itu, hari yang sepesial untuk ku, hari yang berjasa besar telah menghadirkannya untukku. Aku tidak mungkin lupa.
Aku sudah menyiapakan semuanya, hadiah istimewa untuk kekasihku yang sangat aku cintai. Sebuah koe coklat berbentuk hati, dan sebuah boneka panda yang lucu. Tapi malam itu, ayahku tiba-tiba sakit, jantungnya kambuh lagi, dan kerana terburu-buru ingin membawa ayahku ke rumah sakit, coklat yang sudah aku persiapakan untuknya, hancur entah didudukin oleh siapa. Apa aku kecewa? Ya, karena membanyangkan wajah cemberutnya menunggu kedatanganku. Tapi ini ayahku, maaf.
Tadi, aku datang kerumahnya. Memberanikan diri, berkali-kali tanganku bergetar saat ingin mengetuk pintu rumahnya, karena aku tahu kau pasti marah. Boneka panda lucu aku peluk di lenganku, aku ingin meminta maaf padanya.
Benar saja, Hyun joo keluar. Aku ingin tersenyum lebar, dan memeluknya,mengatakan rindu padanya, menjelaskan semuanya, tapi ekpreseinya begitu menakutkan, hingga aku hanya mampu mengatakan Hello padanya, maaf!
Jum’at 22, 9
Aku menangis, aku sakit. Hari ini aku melihatnya, tapi dia membuang muka dariku. Aku tahu ia marah. Kata-katanya malam itupu masih membekas dalam ingatanku. “Kau hanya bermain-main denganku, kan?” ahhhh, itu terdengar sangat menyakitkan! Aku tidak pernah bermain-main denganya, aku tulus mencintai Hyun Joo, aku hanya tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata. Aku namja pengecut bukan! Aku benci diriku! Dan tolong jangan membenciku Hyun Joo, aku sangat mencintaimu. Apa yang harus aku lakukan?!!!!!!!!!!!
Minggu 24, 9
Hari ini aku berdiri lama didepan rumahnya, menunggu, mungkin aku bisa melihat wajah Hyun Joo. Aku sangat merindukanya, ahhhhhhhhhhh rasa rindu ini tidak bisa aku bendung lagi.
Ok, aku tahu, mungin ini sedikit terlambat untuk menjelaskan semuanya, tapi aku tidak ingin kehilangan dia. Aku tidak tahu, apa aku bisa hidup tanpa dia. Aku akan menjelaskan semuanya, ya… aku kan menemuinya besok, semoga dia tidak marah lagi padaku. Ahhhh aku mecintaimu Hyun Joo, aku merinduimu………
tunggu? Besok apa yang harus aku bawa………
?????????????????????????????????????????
?????????????????????????????????????????
Ahhhh,
Bungga ^_^ karena Hyun Joo suka bunga.
Ah, lagi-lagi aku kembali meneteskan air mataku, oh Jongin oppa, aku membelai lembut pipi mulusnya, mencium bibir seksinya. Aku ingin mengatakan bahwa aku sudah sangat merinduinya, aku tidak lagi marah padanya, aku ingin membangunkannya dengan ciumanku.
“Oppa. Apakan disana indah? Apakah lebih indah karena disana tidak ada aku, yang membuat mu tersiksa?. Oppa, aku merindukanmu. Aku merindukanmu,” nafasku tercekat. Menanggung Kerinduan yang teramat besar akan sosok manusia yang kini terbaring tenang didepanku.
“Oppa. Tidak apa-apa, teruslah disana bila kau masih ingin disana. Aku disini akan berusaha untuk menembus semuanya. Aku akan setia menunggu mu, hingga kau percaya dan ingin kembali padaku. Aku akan menunggu. Aku akan menunggu kau kembali mencintaiku,” aku mengusap rambut tebalnya yang hitam, menelusuri keningnya yang tegas, hidungnya yang bangir dan berhenti di bibirnya yang seksi. Aku menunduk, mengecup bibirnya sekali lagi. “Oppa, aku mencintaimu.” Menyandarkan pipiku di dada bidangnya. Memejamkan mata, meremas kerinduan dan penyesalan.
Tik
Tik
Tik
Sunyi, hanya dentingan jam, dan merdu suara angin membelai tirai jendela kamar kekasihku, yang sengaja di biarakan terbuka, serta deburan jantungnnya yang terpomba berirama, yang setia menemani pagiku seperti yang lalu-lalu. Hahhhhhhh.. aku kembali membuang nafasku, sesak.
“Hyun Joo” sebuah panggilan samar tertanggkap oleh telingaku. Aku mengagkat wajahku, dan kini aku mendapati dua bola mata coklat yang indah dan jernih tampak berbinar menatapku. Benarkah? Ini nyatakan?
“Hyun Joo” kembali suara itu terdengar. Ini nyata, ini… oh Oppa!.
“Oppa,!” aku memeluknya, aku tidak ingin kehilangan namja ini lagi.
“Apa kau ingin membuatku, tak sadarkan diri lagi, Hyun Joo”
Ah, aku segera melonggarkan pelukanku, senyum manisnya yang telah hilang selama dua tahun ini kini dengan indah tersaji di depan mataku, hanya untuk ku.
“Kau menangis?” ia mengusap pipiku dengan punggung telapak tangannya yang lembut.
“Tidak”
“Maafkan aku”
“Untuk apa?” aku menggenggam tanganya yang hangat, dan menciumnya.
“Segalanya. Karena telah menyakitimu”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Oppa. Mari kita lupakan semua yang telah terjadi, aku disini ingin mencintai Kim JongIn dengan apa adanya” aku menatap matanya lembut, ingin menunjukan bahwa aku benar tergila-gila padanya, pada cintanya.
“Trimaksih”, katanya, kemudian dengan pelan ia menarik daguku. Akupun menunduk. Bibir kami bertemu, aku membuka mulutku menyambutnya. Sapuan-sapuan lidahnya yang hangat membangkitkan gelora hidupku yang selama ini terpendam. Aku mendaratkan tanganku didadanya, meremas dada bidangnya. Aku mencintaimu oppa, aku mencintaimu. Aku ingin selalu bersamamamu. Selamanya, selama-lamanya.
Fin_
See you next time ^