Kamis, 11 Desember 2014

Maybe It Sounds Crazy


Cast:• Kim Jongin• Lee Hye Jin• And othersGenre: School life and othersLenght: Oneshoot
______Happy Reading!! _______

Tidak!!! Aku menyukainya, namun sikap dan hatiku berlawanan arah. Jika dia mendekatiku, aku akan menampakkan wajah tak suka, meski jauh dalam lubuk hati aku berteriak senang. Aku akan kesal seketika saat dia mengajakku berbicara walau sebenarnya aku sangat ingin membalas perkataannya. Aku akan berusaha keras memberontak saat dia menggangguku dengan tingkah menjengkelkan walau dalam hati aku berkata aku suka caranya menggangguku. Apa mungkin ini karena orang yang kusukai jauh dari idamanku? Jauh dari kriteriaku?Dia adalah Kim Jongin. Orang yang memenuhi pikiranku. Seseorang yang berpredikat sebagai preman sekolah. Seseorang yang memiliki banyak sekali catatan merah dalam buku rapor dan buku pelanggaran di ruang BP. Seseorang yang tidak pernah masuk dalam jajaran kriteria pria idamanku. Namun ditengah predikat buruknya itu, dia adalah sosok yang memukau –well, menurut sebagian orang, terutama gadis. Wajahnya tampan, very good looking, memiliki senyum menawan dan... keren. Jadi tak heran jika banyak sekali gadis yang menginginkannya meskipun perilakunya sangat menyebalkan. Tak heran jika saat istirahat tiba banyak gadis yang mengikuti kemana ia pergi. Tak heran jika dia masuk dalam jajaran namja paling diincar. TAPI TETAP SAJA DIA SEORANG PREMAN SEKOLAH!!Mungkin ini terdengar gila karena aku juga menyukainya. Lalu apa masalahnya? Dia menyukaiku dan aku menyukainya. Masalah beres dan aku bisa menjalin sebuah hubungan asmara dengannya. Tapi kenapa aku tak menerimanya dan malah bersikap seolah aku membencinya? Jawabannya hanya satu, DIA PREMAN SEKOLAH!!! Membayangkan bahwa diriku akan berpacaran dengan preman sekolah membuatku ingin membuang jauh perasaan ini. Aku tidak mau berpacaran dengan seorang preman sekolah. Sampai kapanpun aku tidak mau!__________ .--------------- .Tidak ada sebuah kisah yang tidak berawal. Yah, anggap saja seperti itu. Cerita bagaimana dia bisa menyukaiku, aku tahu dengan sangat jelas. Dan kalau aku bisa mengulangnya lagi, aku tidak mau melakukannya. Aku tidak mau memberinya sebuah plester untuk menutupi lukanya. Aku menyesal.Saat itu adalah saat dimana aku sedang menikmati ramenku di salah satu supermarket langgananku. Dan entah darimana, dia muncul dan duduk tepat di samping tempatku duduk. Mulanya aku tak menggubrisnya. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu melanjutkan makan ramen.“Hey, kau!” dia bersuara.Aku segera menelan ramen yang kukunyah dan menoleh ke arahnya. Kulihat sudut bibirnya berdarah. Tapi karena aku tahu kalau dia preman sekolah, aku hanya diam saja. Tak mau terlibat apapun. Kalau saja dia bukan preman sekolah yang suka menindas teman-temanku yang lemah, aku akan bertanya ‘apakah kau baik-baik saja?’ dan mungkin juga aku akan langsung memberikannya plester yang kebetulan ada di saku mantelku.“Kau satu sekolah denganku, kan?”Glek! Aku menelan ludahku. Perasaanku mulai tak enak. Selama ini hidupku baik-baik saja, dan aku tak mau terlibat dengan preman sekolah. Tapi kenapa dia menanyakan hal itu padaku? Mau tidak mau aku menjawab pertanyaannya dengan satu anggukan.“Lalu kenapa kau tidak menyapaku?” tanyanya lagi dengan alis bertaut.“Mianhe...” jawabku lagi. Sungguh! Selera makanku tiba-tiba hilang seketika. Kupandangi ramenku yang sudah tinggal separuh. Kenapa aku harus bertemu dengannya di sini? Ah, sepertinya aku akan terkena masalah. Aku benar-benar takut padanya. Takut dia akan memperbudakku seperti teman-temanku yang lain.“Kalau kau satu sekolah denganku, harusnya kau menyapaku. Siapa namamu?”Aku tak berani melirik ke arahnya. Terlalu takut. Untuk bergerakpun sepertinya aku memerlukan kekuatan lebih. Dengan sedikit gemetar, aku mengucapkan namaku, “Lee Hye Jin.”“Ah, jadi namamu Lee Hye Jin. Kurasa kita belum saling mengenal. Kalau begitu perkenalkan, aku Kim Jong In.”Aku menghembuskan napas mendengar kalimat yang terucap dari bibirnya. Ya Tuhan, siapa yang tidak mengenalnya di sekolah? Aku sudah tahu namanya, bahkan sebelum dia menyebutkan namanya padaku barusan. Dia terkenal –yeah, sebagai preman.“Lee Hye Jin, boleh aku mengajukan satu permintaan padamu?”“A-a-apa?” tanyaku takut-takut. Aku semakin memperdalam pandanganku ke bawah meja. Aku benar-benar merasa takut sekarang.“Aku lapar. Bisakah kau memberikanku ramenmu? Kulihat kau sudah tak tertarik untuk memakannya lagi,” ucapnya tak bersalah. Jelas saja aku tak tertarik untuk memakannya lagi. Selera makanku sudah hilang karenamu, Kim Jong In.“Ambil saja,” jawabku, masih takut-takut dan tak berani memandangnya. Namun aku bisa melihat dengan jelas tangannya yang meraih ramenku di atas meja.Keadaan berubah menjadi hening setelah Jongin mengambil ramenku. Apa mungkin dia benar-benar lapar? Karena penasaran, kuberanikan diri melirik sekilas ke arahnya lalu kembali pada posisiku semula. Dan BINGO!! Dia benar-benar lapar. Buktinya saat aku melirik ke arahnya dia sudah menghabiskan ramenku.“Ah, aku kenyang. Gomawo, Lee Hye Jin-sshi,” katanya padaku. Tentu saja kenyang, bukankah lapar terasa saat tak ada makanan yang masuk ke dalam perut? Dan Jong In sudah berhasil mengangkut ramenku ke dalam perutnya.Lagi-lagi aku hanya merespon dengan satu anggukan. Sebenarnya agak aneh mendengarnya berterima kasih. Ternyata preman sekolah seperti dia masih bisa mengucapkannya.“Hye Jin-sshi. Aku berhutang padamu. Sepertinya aku harus membalas kebaikanmu lain kali.”Ucapannya membuatku tergelak. Apa maksudnya dengan ‘membalas’? Apa jangan-jangan dia akan membuatku menjadi mainannya di sekolah nanti? Akan lebih baik jika dia juga membalasku dengan memberikan ramen sisa, tapi bagaimana jika dia memberiku gangguan-gangguan seperti menaruh sampah di lokerku karena tidak memberinya ramen baru dan malah memberinya ramen sisa? Ya Tuhan! Jangan sampai itu terjadi. Aku tak mau menjadi bulan-bulanan seorang Kim Jong In.“Apa boleh aku mengajukan satu permintaan lagi padamu?”Glek! Apa lagi yang akan dimintanya? Sepertinya aku harus segera pergi dari sini.“Aku terluka karena–““Ini plester untukmu. Dan sepertinya aku harus pergi, annyeong,” setelah mengatakan hal itu dan menaruh sebuah plester tepat di hadapannya, dengan langkah cepat aku pergi. Aku sengaja memotong ucapannya. Dan kukira dia akan memintaku untuk mengobatinya karena memberitahuku tentang lukanya sendiri. Bukankah itu hal yang sangat perlu untuk dihindari?-------------- .____________ .Nothing is impossible. Buktinya, hal yang selalu saja kucoba untuk kuhindari malah terjadi. Ya, berurusan dengan preman sekolah merupakan salah satu hal yang kuhindari. Kenapa? Tentu saja untuk kesejahteraan hidupku, khususnya di sekolah. Untuk apa lagi?Tapi karena kejadian ramen sisa di supermarket waktu itu, aku yang semula hidup baik-baik saja di sekolah menjadi terusik. Terusik dengan kehadiran seorang Kim Jong In. Entah kenapa tiba-tiba saja dia selalu ada di semua tempat yang kusinggahi. Di kantin, di perpustakaan, bahkan di kelasku saat jam istirahat. Bukankah itu aneh plus menjengkelkan? Dia bahkan selalu saja menggangguku. Pernah suatu kali dia menaruh lem di atas kursiku. Alhasil, aku harus mengganti rok seragamku dengan celana olahraga. Lebih menjengkelkan lagi saat dia menaruh seekor cicak –hewan yang paling kubenci– di atas mejaku yang langsung membuatku berteriak histeris. Atau dia akan sengaja menjulurkan kakinya saat aku berjalan sehingga aku terjatuh. Dan dia dengan ekspresi tidak bersalahnya itu malah tertawa geli. Ya Tuhan, bisakah kau tidak menghadirkan seorang Kim Jong In dalam hidupku? Aku benar-benar frustasi. Apalagi mengingat aku tak bisa melakukan apa-apa untuk membalas perbuatannya. Bukannya tak ingin membalas perbuatannya, aku malah sangat sangat ingin membalasnya. Sungguh! Tapi mendengar penuturan teman-temanku tentang perbuatan Jong In yang bahkan akan menjadi lebih parah jika kau mencoba untuk membalasnya malah menciutkan nyaliku. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah diam, tanpa membalas apa-apa.Tidak usah terkejut lagi saat aku mendapatinya tengah berdiri di ambang pintu kelasku seperti saat ini, tepat setelah bel istirahat berbunyi. Kali ini apa yang akan dilakukannya padaku? Entahlah, semoga bukan hal yang buruk. Tapi mana mungkin? Segala hal yang dilakukannya padaku adalah hal buruk. Benar-benar buruk.Aku sengaja tak menggubris kehadirannya saat melewati pintu kelas. Berjalan mengikuti langkah teman-temanku seolah dia tak ada. Tapi aku malah dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba-tiba mampir di pundakku sesaat setelah aku berhasil melewati batas pintu kelas. YA TUHAN, KIM JONG IN MERANGKULKU DARI BELAKANG!!! Apa yang akan dilakukannya kali ini?“Hye Jin-sshi, bukankah sudah kubilang untuk menyapaku saat kita bertemu? Kenapa kau berjalan seolah aku tak ada?” ucapnya disela-sela perjalanan kami berdua. Dan sialnya dia malah mempererat rangkulannya saat aku mencoba melepaskan diri.“Ehm, itu... mianhe,” jawabku. Tak ada yang bisa diucapkan kecuali kata maaf. Gila kalau aku mengatakan aku tak ingin berurusan dengannya.“Inilah yang sangat kusayangkan darimu. Kenapa kau selalu minta maaf padaku? Ah, sudahlah! Menyuruhmu untuk menyapaku sama saja memintamu untuk menjadi pacarku.”Aku membulatkan mataku. Apa katanya barusan? Menyuruhku untuk menyapanya sama saja memintaku untuk menjadi pacarnya? Perumpamaan macam apa itu? Lagipula siapa yang akan berpacaran dengannya?“Oh ya, apa kau masih mengingat hutangku?”Hutang? Kapan dia berhutang padaku? Bukankah aku tak pernah meminjaminya uang? Dengan pelan aku menggelengkan kepalaku sebagai ganti jawaban. Berada di dekatnya membuat mulutku seolah terkunci. Oh, suaraku yang malang!“Tapi aku mengingatnya dan kurasa aku harus membayarnya sekarang. Kalau begitu ikut aku!” dia menyeretku dengan masih merangkul pundakku. Dia akan membawaku kemana? Sebenarnya hutang apa yang dibicarakannya? Kumohon selamatkan aku....------------- ._________ .Kim Jong In benar-benar tak terduga. Setelah apa yang dilakukannya untuk menggangguku, dia malah mentraktirku makan ramen di kantin sekolah. Dengan sedikit ragu kupandangi ramen yang telah tersaji di atas meja. Kulirik Jong In yang duduk di hadapanku dengan ekor mata. Aku terkejut, karena ternyata dia tengah memandang ke arahku. Bagaimana ini?“Makanlah! Itu adalah balas budiku karena saat itu aku menghabiskan ramenmu.”Aku membulatkan mataku. Jadi ramen sisa itu yang dimaksudnya dengan HUTANG?! Ya Tuhan, apa otak Jong In masih berfungsi dengan baik? Itu ramen sisa! Ingat, R-A-M-E-N S-I-S-A!!! Apa pantas disebut hutang?“Tidak usah melihatku seperti itu, aku tahu aku tampan.”Seketika itu juga aku langsung membuka sumpitku dan mulai memakan ramen pemberiannya. Apa aku sedang terlihat seperti mengagumi wajahnya? Dia gila! Di saat-saat seperti ini dia malah menarsiskan diri.“Jong In-ah!!”sebuah suara memecah suasana tak enak yang terjadi antara aku dan Jong In. Kudongakkan kepalaku untuk mengetahui siapa yang telah mengalihkan perhatian Jong In. Ternyata Chanyeol, yang kutahu adalah sahabat dekat si Jong In ini dan dia juga terkenal dengan keusilannya. Aku hanya bisa menghela napas saat melihat namja jangkung itu mendekat ke arah kami –aku dan Jong In. Dan dengan santainya menepuk pundak Jong In kemudian duduk di sebelahnya.“Untuk apa kau ke sini?” tanya Jong In pada Chanyeol dengan wajah yang sedikit kusut. Seakan tak suka dengan kedatangan sahabatnya sendiri. Ada apa dengannya?“Kenapa wajahmu kusut begitu? Kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Chanyeol dengan senyum tertahan. Aku tak mengerti. Kenapa mereka berdua terlihat seperti itu? Sebenarnya ada apa?“Kalau sudah tahu kenapa masih ke sini?!”Aku melanjutkan makanku yang sempat tertunda. Mencoba mengalihkan perhatian dari dua makhluk yang sepertinya sedang berselisih di hadapanku. Biar bagaimanapun urusan mereka bukanlah urusanku. Jadi aku tak berhak tahu.“Hey! Come on Jong In-ah! Aku hanya ingin tahu siapa gadis itu. Jadi gadis ini?”Aku sedikit tertegun tanpa mendongakkan kepalaku mendengar penuturan Chanyeol barusan. Apa maksudnya? Gadis ini? Apakah aku sedang dibicarakan di sini? Dan suasana sedikit hening. Kudengar juga Jong In mengerang tertahan. Ada apa dengannya?“Kau! Namamu Lee Hye Jin, kan?”Kurasa aku benar-benar terlibat sekarang. Chanyeol benar-benar memanggilku. Akupun mendongakkan kepalaku dan mendapati wajah Chanyeol yang tersenyum padaku. Segera kuanggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya.“Apa kau tahu? Jong In masih menyimpan plester pemberianmu.”Aku membulatkan mataku memandangnya. Benarkah? Untuk apa Jong In menyimpannya? Bukankah seharusnya plester itu digunakan untuk menutupi lukanya? Kulirik Jong In yang duduk tepat di sebelah Chanyeol. Wajahnya jelas-jelas mengisyaratkan ketidaksukaan ke arah Chanyeol.“Hentikan Chanyeol!” ucapnya dengan wajah kesalnya itu.“Oh ya. Selama ini dia tidak pernah mengganggu anak perempuan. Tapi sekarang dia melakukannya padamu. Apa kau tahu artinya? Dia menyukaimu, Hye Jin-sshi. Dia juga –”“Kubilang hentikan, Chanyeol!” Jong In tiba-tiba saja menarik Chanyeol dari duduknya dan membawa namja jangkung itu menjauh dari hadapanku. Kupandangi kepergian mereka berdua dengan Jong In yang merangkul bahu Chanyeol paksa sementara Chanyeol mau saja diperlakukan seperti itu.Aku terkejut dengan penuturan Chanyeol. Sepertinya nafsu makanku benar-benar hilang. Jong In menyukaiku? Benarkah? Atau benarkah hanya aku satu-satunya anak perempuan yang pernah diganggu olehnya? What the hell!! Apa ini semua masuk akal?!Karena terlalu sibuk dengan praduga yang aku sendiri ragu akan kebenarannya, kuputuskan untuk meninggalkan kantin ini. Tak kupedulikan ramenku yang masih tersisa setengah. Aku juga tak peduli dengan apa yang akan terjadi padaku saat Jong In tak mendapatiku di sini. Disukai preman sekolah?! Sama sekali tak terpikirkan olehku dan itu bukanlah hal yang patut dibanggakan meskipun dia memiliki wajah di atas rata-rata.__________ .--------------- .Sejak saat itu aku berusaha keras menjauh darinya. Berusaha menyembunyikan diriku sendiri terhadap sosok Kim Jong In. Aku benar-benar tak ingin terlibat dengan preman sekolah. Bukan karena takut menghadapinya, sama sekali bukan. Aku menghindarinya karena yang kudengar dia menyukaiku. Mengetahui bahwa dia menyukaiku membuat rasa takutku padanya lenyap.Namun sekeras apapun aku mencoba, aku mengalami kegagalan. Yeah, seperti saat ini. Tiba-tiba saja dia muncul di sampingku saat aku menutup lokerku. Tentu saja aku terkejut. Tapi berusaha tak kutampakkan sama sekali.“Annyeong, Hye Jin-ah...” ucapnya menyapaku sembari melambaikan tangannya.Aku hanya memandangnya tanpa berniat untuk membalas sapaannya. Sejak kapan dia memanggilku dengan embel-embel ‘ah’?! Kuhela napas, kemudian berbalik arah bermaksud untuk mengindahkan kehadirannya. Namun tak kusangka dia malah menarik pergelangan tanganku dengan keras. Tubuhku terbentur pintu lokerku sendiri. Dan dia malah mengunci tubuhku dengan kedua tangannya yang berada tepat di samping wajahku –menempel pada loker. Ya Tuhan, posisi apa ini? Sebenarnya apa maunya?!“A-apa yang kau lakukan? Biarkan aku pergi, Kim Jong In!! Bukankah kau tak pernah mengganggu anak perempuan? Lalu kenapa kau menggangguku?!” ucapku sedikit emosi seraya menundukkan wajahku. Tak mau memandang wajahnya yang kini berada sangat dekat dengan wajahku. Bahkan napasnya menimpa dahiku.“Baru kali ini...”Aku mengerutkan keningku. Heran dengan penuturannya yang jelas-jelas sangat tak relevan dengan kalimat yang kuajukan. Namun aku tak juga mendongakkan kepalaku, masih enggan berhadapan dengannya yang kini sangat dekat. Apa maksudnya dengan ‘baru kali ini’?“Baru kali ini kau mau mengeluarkan kalimat yang cukup panjang saat bicara padaku.”Aku terperangah. Langsung kudongakkan kepalaku. Dan saat itulah pandangan mata kami bertemu. Sangat dekat. Mungkin jaraknya hanya sekitar 5 cm. Entah kenapa perasaanku menjadi amburadul melihatnya dari jarak sedekat ini. Pandangan matanya mengisyaratkan sesuatu yang entah apa. Aku tak tahu, namun tatapannya terlihat serius dan tidak main-main. Jantungku berdetak cepat. Darahku berdesir. Dan ada perasaan... senang. Hey! Ada apa denganku?Keadaan masih hening. Tak ada satupun dari kami yang bersuara. Dia masih menatapku dengan tatapan itu. Tatapan yang membuatku tak berkutik. Tak bisa melakukan apapun. Membuat organ tubuhku terkunci. Dan kejadian itu terjadi secara tiba-tiba. Aku tak sadar saat dia mendekatkan wajahnya pada wajahku. Yang kusadari hanyalah saat bibirnya telah menyentuh permukaan bibirku. Dan aku bodohnya aku hanya membulatkan mataku karena kaget. Apa yang telah dilakukannya? Dia... MENCIUMKU?!“Apa yang mereka lakukan?!”“Omo omo omo!!”“Omo! Bukankah itu Jong In dan Hye Jin?!”“Apa mereka berciuman? Hey! Ini sekolah!”Aku refleks mendorong tubuhnya dengan keras tatkala beberapa suara tertangkap daun telingaku. Aku mendorongnya cukup keras. Dan setelahnya aku langsung berlari meninggalkan Jong In yang terdiam di depan lokerku. Aku tak peduli. Bodohnya aku malah menangis.________ .------------ .Suasana tak berubah menjadi lebih baik setelah kejadian di depan lokerku waktu itu. Dia selalu menghampiriku. Sebenarnya aku sadar kalau kehadirannya yang selalu menggangguku telah berhasil menghancurkan pertahananku. Aku juga menyukainya. Yeah, biar kuperjelas lagi. AKU JUGA MENYUKAINYA. Tapi tidak! Aku harus menghindarinya. Biar bagaimanapun dia preman sekolah.Aku selalu berlari menjauh saat dia menghampiriku. Atau aku akan langsung menghempaskan tangannya dengan kasar saat dia mencoba meraih pergelangan tanganku, lalu aku berlari pergi menjauhinya lagi. Kejadian seperti itu terjadi berulang-ulang selama beberapa hari. Aku selalu bersikap kasar padanya. Rasa takut itu sudah lama lenyap dari pikiranku. Entah kenapa bayangan saat dia menciumku selalu terngiang di benakku. Dan itu membuatku kesal! Sangat kesal karena ternyata ciuman pertamaku jatuh pada orang yang tak kuharapkan walaupun sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama.Seminggu telah berlalu sejak kejadian di loker itu. Gossip yang beredar tentang aku dan dia tak juga reda. Beberapa anak yang melihatnya menyebarkannya pada anak lain. Sudah kuduga. Jong In bukanlah orang yang tak terlalu penting sehingga informasi tentangnya diabaikan. Dia adalah aset berharga bagi sebagian gadis di sekolah ini. Oleh karenanya aku sering mendapat sindiran-sindiran sinis beberapa hari ini. Dan itu malah membuatku beranggapan bahwa tindakanku menjauhinya adalah pilihan yang tepat. Aku tak harus memedulikan perasaanku. Aku harus membuang jauh perasaanku ini. Ya, harus!Namun yang namanya perasaan tetaplah perasaan yang bisa memutar balikkan suasana hati. Begitu juga denganku. Tanpa sadar aku malah selalu termenung memikirkan semua ini. Menurutku ini terlalu sulit. Tak jarang aku ketinggalan bis karena sering melamun. Seperti saat ini. Aku ketinggalan bis lagi. Dan tak ada yang bisa kulakukan kecuali menunggu bis selanjutnya datang. Sialnya sekarang keadaan sudah sepi. Hanya ada aku sendiri yang duduk di halte. Dan suasana sepi yang begitu tenang malah membuatku melamun kembali. Melamunkan tentang segala sesuatu yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Terutama tentang dia, Kim Jong In.TIN...! TIN...!Suara klakson yang tiba-tiba membuatku kaget. Kudongakkan kepalaku. Dan seketika itu juga keningku berkerut tatkala sebuah motor berhenti tepat di depan halte dimana aku berada. Pengendara motor itu masih mengenakan helmnya. Membuatku tak begitu jelas untuk menerka siapa dia sebenarnya.Keherananku tak berhenti begitu saja saat pengendara motor yang ternyata masih memakai helm itu menghampiriku, kemudian duduk tepat di sampingku. Sangat dekat dengan tempatku duduk, kalau kuperkirakan mungkin jaraknya hanya sekitar 10 cm. Siapa dia sebenarnya dan ada urusan apa denganku?Kuusahakan agar aku tak terlalu penasaran. Kalau dia penjahat, aku bisa langsung berteriak karena ini tempat umum dan masih ada mobil yang berlalu lalang. Namun satu tepukan mendarat tepat di pundakku. Aku langsung menoleh dan kudapati pengendara motor tadi memberikan sebuah kertas padaku. Aku menerimanya dan segera membaca pesan yang tertera di atasnya.‘Apa benar namamu Lee Hye Jin?’“Kau mengenalku? Siapa kau? Dan ada urusan apa denganku?” kataku padanya. Kalau dia memastikan bahwa aku benar-benar Lee Hye Jin, berarti dia tidak mengenaliku, tapi berurusan denganku.Dia mengambil kertas di tanganku lalu menuliskan sesuatu lagi di atasnya. Setelah itu diberikannya kertas itu padaku lagi.‘Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, berjanjilah untuk tetap di sini dan jangan kemana-mana sebelum aku bicara.’Aku menghela napas. Apa susahnya untuk langsung berterus terang? Sungguh! Orang ini membuatku semakin penasaran. “Baiklah. Aku akan tetap di sini dan tidak akan kemana-mana sebelum kau bicara.”Kupikir dia akan langsung bicara padaku atau melepas helmnya, tapi nyatanya dia mengambil kertas itu lagi.‘Janji?’“Tentu saja!” kataku yakin.Dia mulai membuka helmnya. Mulanya hanya dagunya yang terlihat. Namun saat helm itu sudah terlepas dan memperlihatkan siapa sebenarnya pengendara motor, aku terkejut. Bagaimana mungkin dia adalah JONG IN?! Ya Tuhan, kalau aku tahu bahwa pengendara itu adalah Jong In, aku akan langsung lari. Dengan akal liciknya dia menjebakku. Berpura-pura seolah dia tidak mengenalku dan mengadakan perjanjian seperti ini. Oh, apa yang akan terjadi padaku selanjutnya?“Kali ini kau tak bisa kabur lagi dariku. Kau selalu menepati janjimu kan, Lee Hye Jin?”Aku menghela napas mendengarnya berkata seperti itu. “Cepat katakan maumu!” ujarku ketus. Kualihkan pandanganku ke arah lain, tak mau menatapnya.Aku menunggu kalimat apa yang akan dikatakannya padaku. Namun hening. Dia sama sekali tak bersuara. Sebenarnya apa maunya? Apa yang mau dikatakannya? Kenapa dia hanya diam. Kulihat jam tanganku. Ini sudah lewat 7 menit. Tapi kenapa dia hanya diam?Tak sabar, akhirnya kukuatkan hatiku untuk menatap ke arahnya. Dan aku kembali tercekat. Dia tengah menatapku. Tatapannya saat ini sama persis dengan tatapan yang diberikannya di loker waktu itu. Sialnya pandanganku kembali terkunci. Aku berdebar. Namun tidak! Aku harus menghentikannya. Segera kualihkan pandanganku ke arah lain sebelum aku benar-benar tenggelam dalam pesonanya.“Cepat katakan apa maumu, Kim Jong In! Aku tak punya banyak waktu!”Kudengar dia menghela napas. Lalu berujar, “bisakah aku mengantarmu pulang kali ini saja?”________ .------------ .Entah apa yang kupikirkan. Aku menyetujui permintaannya untuk mengantarku pulang. Namun dengan syarat, dia tak akan menggangguku lagi setelah ini. Sialnya aku bahkan tidak berpikir bahwa dia akan mengingkari janjinya. Aku percaya padanya dengan mudah.Suasana saat aku berada di motor yang sama dengannya adalah hening. Tak ada yang berniat untuk membuka suara. Bahkan sampai motor telah berhenti tepat di depan rumahku seperti saat ini. Aku segera turun dari motornya dan melepas helm. Segera kukembalikan helm itu padanya. Dan dia menerimanya.“Terimakasih telah mengantarku pulang,” kataku. Setelah itu aku membalikkan badanku hendak memasuki rumah.“Emm, Hye Jin-ah!”Panggilannya membuatku urung memasuki gerbang rumah. Kubalikkan badanku lagi, menghadapnya dengan kening berkerut penuh tanya.“Mungkin ini pertemuan terakhir kita.”“Tentu saja. Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak menggangguku lagi?” kulihat dia tersenyum mendengar perkataanku. Entah ini hanya perasaanku saja atau tidak, aku merasa senyumnya terkesan dipaksakan.“Aku hanya ingin kau tahu. Aku...” aku menunggu kata-kata apa yang akan keluar dari bibirnya. Kulihat dia menghela napas seolah berusaha untuk menenangkan dirinya. “Aku menyukaimu, Lee Hye Jin. Aku menyukaimu dengan tulus. Terimakasih telah memberiku ramen dan plester saat itu. Kau benar-benar membantu. Dan maaf atas perlakuan usilku padamu. Hanya saja aku tak tahu bagaimana caranya menarik perhatianmu.”Pernyataannya membuatku sempat tertegun untuk beberapa saat. Tapi tidak! Aku tidak boleh terlarut dalam perasaannku sendiri. “Aku tahu. Chanyeol memberitahukannya saat di kantin waktu itu.”“Aku hanya ingin menyatakannya sendiri.”Aku kembali tertegun. Otakku tak merespon. Mulutku seolah terkunci, aku tak tahu jawaban apa yang harus kuucapkan untuk membalas perkataannya. Aku merasa dia benar-benar tulus.“Kalau begitu selamat tinggal, Lee Hye Jin...”Segera aku tersadar. Kuanggukkan kepalaku sementara Jong In langsung menutup kaca helmnya, kemudian dia pergi dari hadapanku dengan motornya. Tapi tunggu?! Apa maksudnya dengan selamat tinggal? Kenapa caranya berpamitan seolah menunjukkan bahwa dia akan pergi jauh? Tiba-tiba saja perasaanku menjadi tak enak.________ .------------ .Tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Satupun tak ada, kecuali Tuhan. Dan memang begitulah seharusnya. Aku tak pernah menyangka bahwa Kim Jong In benar-benar menepati janjinya. Dia tak lagi menggangguku. Bahkan lebih dari itu, dia tidak pernah sekalipun menunjukkan wujudnya lagi di hadapanku. Dia benar-benar menghilang. Aku tak pernah lagi melihatnya di sekolah. Banyak rumor yang beredar tentang hilangnya Jong In. Tapi tak satupun dari argumen-argumen itu yang masuk akal.Dan aku merindukannya. Entahlah! Aku tak tahu sejak kapan. Yang jelas perasaanku masih melekat. Kupikir sulit untuk menghapusnya. Apa mungkin kepergiaannya karena aku? Kalau memang iya, aku merasa bahwa aku benar-benar bersalah padanya.Bruk!!“Mianhe...” segera kutundukkan kepalaku beberapa kali pada orang yang baru saja kutabrak karena banyak melamunkan Kim Jong In tanpa tahu siapa yang telah ditabrak olehku.“Eoh, bukankah kau Lee Hye Jin?”Aku mendongak dan mendapati Chanyeol berdiri di hadapanku dengan senyum ramahnya itu. Jadi yang kutabrak adalah Chanyeol? Sahabat Jong In?_________ .------------- .Aku merasa hatiku sesak. Aku tidak tahu kenapa aku harus merasa sangat bersalah saat mendengar cerita yang sebenarnya dari Chanyeol yang notabene adalah sahabat dekat Kim Jong In.Jong In benar-benar pergi. Dia pindah ke luar negeri untuk tinggal bersama ibu kandungnya. Kata Chanyeol orang tua Jong In bercerai. Dan Jong In lebih memilih tinggal di kota kelahirannya bersama ayahnya. Sayangnya dia harus rela menjadi korban pemukulan ayahnya sendiri. Karena ayahnya menyalahkan Jong In atas perceraian itu. Lukanya memang tak terlihat. Karena Jong In mendapat pukulan di bagian dada dan bahunya –yang tertutupi pakaian yang ia kenakan.Sosok preman dalam diri Jong In hanyalah kedok agar tak mendapat perlakuan yang sama seperti yang ia dapatkan di rumahnya sendiri. Menyadari hal itu membuatku seolah merasakan kesepian dan penderitaan yang Jong In alami. Hidup tanpa sosok ibu dan hidup dalam bayang penyiksaan adalah hal buruk dan sulit. Aku merasa sakit. Seperti ditusuk ribuan jarum runcing. Dan baru kusadari, ternyata perasaanku padanya bukan hanya sekedar perasaan biasa. Sialnya aku baru menyadarinya.“Apa kau ingat saat memberinya plester? Luka itu karena tamparan ayahnya. Dan dia sangat menyukai pemberianmu. Bahkan dia tidak memakainya dan malah menyimpannya. Saat itu dia mengatakan padaku bahwa dia jatuh cinta. Dan dia tak berani mengungkapkannya. Karena dia tahu dengan jelas kalau kau tak menyukainya. Dia tahu posisinya. Dia sadar kalau dia akan ditolak. Sampai aku menyatakan perasaannya padamu. Kau tahu apa yang dikatakannya? Dia bilang kau akan menjauhinya kalau tahu bahwa dia menyukaimu. Dia bilang dia tak pantas bersamamu.”Entah kenapa perkataan Chanyeol barusan membuatku mengingat pernyataannya padaku. Dia berkata bahwa dia menyukaiku dengan tulus. Tapi aku malah mengabaikannya begitu saja. Baru kusadari kalau Jong In tak sekalipun menanyakan perasaanku padanya. Seharusnya kau bertanya, Kim Jong In!“Sebenarnya aku ingin berterimakasih padamu, Hye Jin-sshi. Berkat kau, dia lebih lama tinggal di sini. Kalau kau tidak memberinya plester waktu itu, mungkin dia sudah pergi saat itu juga. Karena kaulah satu-satunya alasan baginya untuk tetap tinggal di sini. Dia selalu ingin melihatmu. Tapi karena kau tidak menyukainya, tak ada yang bisa dilakukan. Dia tak punya alasan lain. Maka seharusnya dia pergi...”Bukan! Akulah sebenarnya yang membuatnya pergi. Andai saja aku tak berkata padanya untuk berhenti menggangguku, dia pasti masih di sini.“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanyaku. Sedikit kecewa karena Chanyeol membiarkan Jong In pergi begitu saja.“Aku tidak boleh egois, Hye Jin-sshi. Dia sudah banyak menderita. Kalau aku menahannya di sini, dia akan lebih menderita lagi. Lagipula dia ingin hidup bersama ibunya dari dulu...”“Jadi itu maksudnya dia mengucapkan selamat tinggal padaku?”“Begitulah...”“Apa dia akan kembali?” tanyaku lagi.“Entahlah. Aku juga tak tahu mengenai hal itu.”Aku hanya menghela napas mendengar penuturan Chanyeol. Mencoba sekeras mungkin menahan air mata yang kubendung sedari tadi.Mungkin ini terdengar gila, karena aku mulai menginginkan kehadirannya... Padahal jelas-jelas akulah yang mendorongnya untuk menjauh...Terdengar gila karena nyatanya aku tidak bisa menghapus persaanku dengan mudah...Dan benar-benar gila karena ternyata aku adalah seorang pengecut yang tidak mengakui persaannya sendiri...Hanya dua kata, AKU MENYESAL.Harusnya aku tahu segalanya. Seharusnya aku tidak menghindarinya. Seharusnya aku memberinya kesempatan. Seharusnya dia tahu perasaanku!! Seharusnya dia tahu bahwa aku juga mencintainya. Namun apa yang bisa kulakukan? Tidak ada! Semuanya sudah terlambat. Hanya takdir yang bisa mepertemukan aku dan Jong In kembali. Entah kapan. Mungkin suatu saat nanti....____THE END____

Tidak ada komentar:

Posting Komentar