Cast : Oh Se Hun || Park Ha Ni
Rate : PG +15
Genre : Angst/Sad, Romance
Disclaimer : Se Hun adalah punyaku, apapun yang terjadi tetaplah begitu. Begitu pula dengan cerita ini yang murni lahir dari persilangan antara hitam dan abu-abu dari dua sisi otakku. Jika ada kesamaan dengan ff lain, itu bukanlah unsur kesengajaan karena saya adalah orang yang menjunjung tinggi apa itu sebuah karya dan menolak dengan keras plagiarism. Oke, segitu aja, dan semoga diterima sama kalian semua. Cerita ini dibuat berdasarkan lirik lagu milik Rama – Bertahan dan Ukiss-Monoscandal. Itu lagu yang menyayat hati… hiks
— 1 Minute Love to Forever —
“Terimakasih untuk mencintaiku lagi di satu menit terakhir dalam hidupku, Park Ha Ni.”
— 1 Minute Love to Forever —
Yang Se Hun tahu ia hanya mencintai Park Ha Ni. Gadis cantik berwajah oriental yang sudah menjadi kekasihnya satu setengah tahun belakangan ini. Se Hun sangat mencintai Ha Ni, mencintainya dengan sepenuh hatinya. Ia bahkan sudah berjanji pada dirinya akan selalu mencintai Ha Ni sepanjang hidupnya. Menjadikan Ha Ni sebagai satu-satunya wanita yang mengisi ruang kosong dalam hatinya. Terdengar egois memang, tapi Se Hun tak akan bisa hidup tanpa Ha Ni yang sudah menjadi degup jantung dan jiwa yang mengisi raganya.
Se Hun akan selalu mencintai Park Ha Ni dengan setulus hatinya. Ia tak akan mempedulikan banyak mulut yang mencemooh dirinya akan hal itu. Mengatainya bodoh karena mencintai Park Ha Ni yang bahkan tak pernah mau melihat padanya. Se Hun tak apa, karena Se Hun mencintai gadisnya itu tanpa satu syarat apapun.
Katakan keegoisan Se Hun sudah membutakan matanya dan menulikan telinganya. Tapi bukankah cinta itu bisa membutakan orang yang tengah merasakannya? Cinta Se Hun untuk Ha Ni bukan hanya sebuah adiksi yang sudah menyebar keseluruh jaringan didalam tubuhnya. Mematikan seluruh kerja sarafnya hingga tak dapat merasakan apapun kecuali cintanya pada Ha Ni, candu yang sudah menjerumuskannya dalam lembah penuh dosa yang sulit baginya untuk terbebas.
Sebanyak apapun rasa sakit yang Se Hun dapatkan, ia seperti tak bisa lagi merasakannya. Karena hanya dengan melihat wajah cantik gadisnya itu mampu membuat rasa sakit itu menguap dalam satu kedipan mata. Tak apa jika Ha Ni tak pernah melihat padanya, karena bagi Se Hun, Ha Ni yang berada disisinya saja sudah lebih dari cukup untuk memenuhi adiksinya.
Se Hun akan bertahan, bertahan hingga jiwanya telah memisahkan diri dari raganya.
“Cinta itu pembodohan. Membuat orang bodoh sepertimu menjadi semakin bodoh karenanya.” Se Hun tersenyum kecil menanggapi kalimat sinis yang terlontar dari bibir Kim Jong In, sahabatnya. Mereka tengah berdiri di sebuah tikungan yang menghubungkan mereka dengan lorong menuju gerbang kampus. Memperhatikan seorang pria bertubuh tinggi yang tengah bercumbu dengan seorang gadis yang sangat mereka kenali di lorong lainnya.
“Kau pulanglah dulu. Aku akan menunggu mereka hingga selesai.” Hazel segelap malam milik Jong In membulat sempurna. Ia mendengus frustasi melihat bagaimana sahabat karibnya itu terlihat begitu tenang ketika melihat kekasihnya tengah bercumbu dengan pria lain.
“Demi Tuhan, Oh Se Hun! Apa kau gila? Dimana kau letakkan kewarasanmu itu, Oh Se Hun?” Erangnya. Jong In pikir harusnya Se Hun menghampiri dua orang tak tahu diri itu dan memukul pria yang dengan seenak jidatnya menyentuh miliknya.
“Entahlah. Aku sudah lupa dimana terakhir kali aku meletakkan kewarasanku.” Se Hun tersenyum kecut dan memandangnya dengan wajah yang sendu. “Ini memang gila, tapi aku akan menjadi lebih gila lagi jika Park Ha Ni tak ada disampingku.” Lanjutnya. Jong In menatap Se Hun antara percaya dan tidak percaya. Ia tak pernah tahu bagaimana cara pikiran Se Hun berjalan. Ia terus disakiti oleh Ha Ni tapi masih tetap mampu untuk bertahan hingga sekarang. Mungkin benar jika cinta membuatmu sama dengan penyandang tunanetra.
“Kau pulanglah dulu. Lagipula aku juga harus mengantar Ha Ni pulang terlebih dahulu.”
“Terserah padamu.” Jong In melenggang pergi meninggalkan Se Hun yang masih betah berdiri ditempatnya tanpa melakukan apapun kecuali menunggu kekasihnya itu.
— 1 Minute Love to Forever —
“Ayo pulang.”
Ha Ni tersentak kaget begitu mendengar suara dibelakangnya. Iris matanya membulat seketika melihat Se Hun yang sudah berdiri disana dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
“Sejak kapan kau ada disini?”
“Itu tidak penting. Ayo pulang.” Ujarnya lagi masih dengan senyum yang belum menghilang dari wajah tampannya. Ha Ni menepis tangan Se Hun yang mencoba menggenggam tangannya. Gadis bermarga Park itu menatap tajam Se Hun.
“Apa kau melihat semuanya?” Se Hun mengangguk dengan wajah yang tenang. Mulut Ha Ni menganga tak percaya. “Apa sekarang kau marah padaku?” tanyanya lagi. Kali ini Se Hun menggelengkan kepalanya. Terdengar dengusan kasar keluar dari mulut Ha Ni.
“Kau melihat semuanya dan kau tak marah padaku?” Se Hun menggeleng sekali lagi.
“Kenapa?”
“Karena itu akan memperburuk semuanya. Ayo pulang.” Se Hun segera menarik tangan Ha Ni dan membawanya ke tempat parkir.
.
.
.
“Sudah sampai, turunlah.” Ha Ni menuruti perintah Se Hun untuk turun dari motornya.
“Ha Ni.” Ha Ni yang hampir menggapai gerbang menoleh dengan malas ketika Se Hun memanggilnya. Pemuda putih itu turun dari motornya dan menghampiri Ha Ni dengan langkahnya yang panjang.
“Kau melupakan helm-ku.” Ujarnya sambil tersenyum. Ha Ni refleks memegang kepalanya dan benar saja helm milik Se Hun masih menempel dengan manis dikepalanya. Tangannya bergerak untuk melepas helm tersebut tapi segera dicegah oleh Se Hun.
“Biar aku saja.” Dan dengan cekatan Se Hun melepas kunci pengait dibawah dagu Ha Ni lalu melepas helm-nya. “Sudah, masuklah.” Ha Ni menatap malas Se Hun yang masih betah tersenyum padanya. Ia pun berbalik untuk masuk kedalam rumah, namun kembali dicegah oleh Se Hun yang menarik pergelangan tangannya.
“Ada apa lagi?” Tanyanya malas. Bukannya menjawab, Se Hun justru menarik tangannya hingga ia jatuh dalam pelukan Se Hun. Kepalanya mendongak menatap wajah Se Hun yang lebih tinggi darinya. Semakin lama Ha Ni dapat merasakan wajah Se Hun semakin dekat dengan wajahnya. Begitu pula dengan hembusan nafas hangat Se Hun yang menyentuh pipinya.
Chu~
Bibir berwarna pink milik Se Hun menyentuh bibir sewarna delima milik Ha Ni. Bergerak lembut dan pelan seolah takut menyakiti indahnya ciptaan Tuhan yang ada didalam dekapannya kini. Membuat Ha Ni yang awalnya terkejut mulai terbuai dan menutup matanya. Tarian pelan bibir Se Hun diatas bibir ranumnya memberikan sengatan-sengatan kecil yang entah mengapa membuat tubuh Ha Ni mulai bergetar. Jantungnya tiba-tiba berdegup dengan kencang seolah ingin lepas dari tempatnya. Apakah ia jatuh cinta lagi pada Se Hun?
Perlahan-lahan tautan itu terlepas dan meninggalkan kehangatan dibibir satu sama lain yang sama merahnya. Ibu jari Se Hun bergerak pelan mengusap bibir Ha Ni yang basah karena saliva keduanya. Sedangkan tangannya yang lain masih setia melingkar di pinggang langsing gadisnya.
“Masuklah.” Dekapan Se Hun terlepas secara perlahan. Dan entah kenapa itu membuat Ha Ni merasa sedikit kecewa dan kosong menghinggapi dirinya.
— 1 Minute Love to Forever –-
Se Hun tak pernah berhenti tersenyum setelah memasuki kamarnya. Sesekali ia menyentuh bibirnya yang masih memerah karena bekas ciumannya dengan Ha Ni tadi. Ia masih bisa merasakan manis yang disesapnya kala bibir mereka bersentuhan. Dan perasaan bahagia dalam hatinya membuncah secara berlebihan. Seakan ada ribuan kupu-kupu yang menggelitiki perutnya. Ini membuat perasaan cintanya pada Ha Ni semakin membesar.
Drrt Drrt
Getaran dari ponselnya membuat Se Hun tersadar dari lamunannya. Tangannya menggapai ponsel disampingnya dan mendengus malas kemudian melihat nama Jong In yang muncul di layar ponselnya.
From : Jong In
‘Temanku mengadakan pesta di club malam ini. Ayo pergi bersama.’
Tipikal Jong In sekali. Selalu to the point pada apa yang ingin dikatakannya. Se Hun kemudian mulai menggerakkan jari-jarinya membalas pesan dari Jong In.
From : Se Hun
‘Tidak. Aku sedang malas. Kau ajak saja Baek Hyun atau yang lainnya.’
From : Jong In
‘Ayolah, Se Hun. Kita sudah lama sekali tidak pergi bersama.’
Se Hun mendengus malas sekali lagi. Selain tidak suka berbasa-basi, Jong In juga tipikal yang akan merengek jika keinginannya tidak dipenuhi. Dan jika Jong In bukan teman baiknya yang sangat baik, Se Hun sebenarnya enggan untuk menerima ajakan tersebut.
From : Se Hun
‘Baiklah. Jemput aku jam tujuh.’
.
.
.
Se Hun tak terlalu suka club malam. Tempat ini terlalu berisik dan membuat perutnya mual karena bau alkohol serta asap rokok yang menyesakkan pernafasannya. Belum lagi dengan pemandangan tak senonoh yang ada dikanan kirinya.
“Berhenti memasang wajah seperti itu, Se Hun. Bersenang-senanglah.” Teriak Jong In sambil terbahak. Se Hun tak menimpali perkataan Jong In dan lebih memilih menenggak habis wine didepannya. Dentuman-dentuman musik yang masuk kependengarannya mulai membuat Se Hun pusing.
“Se Hun.” Jong In menyikut Se Hun dan membuat pemuda putih itu memperhatikannya dengan tatapan yang seolah berkata “Ada apa?”.
“Bukankah itu Ha Ni?” Se Hun kembali diam dan masih melemparkan tatapan bertanyanya pada Jong In. Mengerti akan itu, Jong In menunjuk lantai dansa dibawahnya dengan dagunya. Se Hun mengikuti arah pandang Jong In. Dan Jong In dapat melihat ekspresi Se Hun yang mengeras. Pemuda albino itu terlihat tengah menahan emosinya di balik wajahnya yang terlihat setenang air.
Dibawah sana, Ha Ni tengah meliukkan badannya mengikuti dentuman musik dengan beberapa lelaki yang mengelilingnya. Gadis itu tak merasa risih sama sekali dengan tangan lelaki yang melingkari pinggangnya. Bahkan Ha Ni membalas dengan melingkari leher lelaki itu dengan kedua tangannya.
Se Hun bangkit dari duduknya dan berjalan cepat menuruni tangga besi menuju lantai dansa. Ia segera menarik Ha Ni dan membawa gadis itu kebelakang tubuhnya. Lelaki yang bersama Ha Ni tadi sepertinya tak terima dengan perlakuan Se Hun padanya. Dan alhasil, terjadilah perkelahian antara Se Hun dan lelaki tersebut. Beberapa orang memekik melihatnya. Jong In dan Chan Yeol dengan segera melerai Se Hun dan lelaki tersebut. Nafas Se Hun memburu menandakan emosinya yang masih meluap-luap. Memandang sengit ke arah lelaki yang kini tengah diseret keluar oleh Chan Yeol.
“Apa kau gila? Kenapa membuat keributan ditempat ini, bodoh? Ah, benar. Oh Se Hun memang sudah gila karena seorang Park Ha Ni.” Decak Jong In kesal. Se Hun tak mempedulikan ocehan Jong In. Ia menyeka darah disudut kanan bibirnya dan berlalu pergi setelah matanya menangkap Ha Ni yang tengah berjalan dengan terhuyung-huyung ke pintu keluar.
.
.
.
Se Hun memijit pelan tengkuk Ha Ni yang kini tengah mengeluarkan seluruh isi perutnya. Beruntung Se Hun dapat mengejar Ha Ni dan segera membawa gadis itu ke basement club. Dielusnya punggung Ha Ni setelah gadis itu selesai dengan urusannya. Se Hun melepas jas hitamnya dan memakaikannya pada Ha Ni untuk menutupi tubuh gadisnya yang hanya berbalut gaun putih minim sebatas paha.
Keduanya berjalan beriringan dengan Se Hun yang memapah Ha Ni menuju luar club. Ia sudah mengirim pesan pada Jong In jika dirinya akan pulang naik taksi bersama Ha Ni serta meminta maaf pada Chan Yeol karena sudah mengacaukan pestanya.
— 1 Minute Love to Forever —
Sinar matahari yang mulai naik berpendar menembus keseluruh celah dipermukaan bumi. Menghangatkan udara yang sebelumnya terselimuti oleh dinginnya angin malam. Ha Ni membuka matanya dengan perlahan karena sinar matahari yang mengganggu tidurnya. Ia sedikit meringis karena kepalanya serasa berdenyut ketika ia mencoba untuk bangun dari tidurnya.
“Kau sudah bangun?” Se Hun datang dengan cangkir yang sepertinya berisi teh madu ditangannya. Ia kemudian membantu Ha Ni untuk duduk setelah meletakkan cangkir tadi di meja nakas. Ha Ni masih sesekali meringis dengan memegangi pelipisnya.
“Minumlah. Ini akan meredakan pusingmu.” Se Hun menyodorkan teh madu yang dibawanya tadi pada Ha Ni dan segera diminum sedikit demi sedikit oleh Ha Ni.
“Bagaimana aku bisa berada disini?” tanyanya setelah menghabiskan tehnya dan memberikan cangkir tadi pada Se Hun. “Aku tak mungkin membawamu pulang kerumah dengan keadaan seperti tadi malam.” Ujarnya tenang. Se Hun benar, bisa-bisa ia dibunuh oleh Ayahnya karena ketahuan mabuk seperti semalam.
“Kau mandilah dulu setelah itu kita sarapan bersama. Aku tunggu diluar.” Se Hun mengelus pelan pucuk kepala Ha Ni sebelum keluar dari kamarnya. Ha Ni memandang lekat punggung Se Hun yang mulai menghilang dibalik pintu. Kepalanya kembali berdenyut setelah tadi sempat membaik.
“Ah, sial!”
.
.
.
Senyuman merekah diwajah Se Hun begitu melihat Ha Ni keluar dari kamarnya. Gadis itu kini tampak lebih cantik dan segar dengan balutan kemeja putih serta celana denim panjang berwarna navi blue yang pas dengan tubuhnya. Rambut panjangnya tergerai dengan sedikit gelombang dibagian bawahnya. Ha Ni mendudukan dirinya dikursi yang berhadapan dengan Se Hun. Mengambil selembar roti dan mengolesinya dengan selai coklat.
Mereka makan dalam diam. Ah, tidak. Hanya Ha Ni saja yang kini sibuk memakan rotinya karena Se Hun lebih memilih memperhatikan Ha Ni dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajah tampannya. “Berhenti memperhatikanku seperti orang mesum, Oh Se Hun.” Se Hun terkekeh kecil. “Memangnya kenapa jika aku memandangi kekasihku sendiri? Aku hanya tidak percaya kau ada disini sekarang.”
Ha Ni menghentikan kunyahannya dan menatap Se Hun lekat. “Rasanya sudah lama sekali kita tidak makan berdua seperti ini.” Lanjut Se Hun. Ha Ni mengambil gelas berisi air putih dan menghabiskannya langsung.
“Kenapa? Kenapa kau seperti ini?”
“Apa maksudmu?” Se Hun bertanya tak mengerti.
“Aku selalu menyakitimu. Tapi kenapa kau masih bertahan disampingku?” Keduanya saling bertatapan. Hening kemudian menyelimuti keduanya selama beberapa saat.
“Entahlah–” Se Hun akhirnya bersuara. Ia menurunkan pandangannya pada roti yang tergeletak begitu saja diatas piring. “Mungkin karena cinta? Atau- mungkin karena aku berharap suatu saat nanti kau akan mengerti cintaku? Aku tidak tahu. “ Lagi, pandangan keduanya bertemu kembali.
“Aku tak mengerti. Aku tak bisa marah padamu. Sekeras apapun aku ingin melakukannya, aku- tidak akan pernah bisa. Karena aku takut jika aku marah padamu, kau- akan meninggalkanku. Itu sebabnya sebanyak apapun kau menyakitiku, aku akan selalu memaafkanmu.” Lirihnya. Senyuman kecut tersemat dibibir yang biasanya selalu tersenyum tulus padanya.
“Tapi aku akan tetap meninggalkanmu.” Timpal Ha Ni sengit.
“Kau tak punya alasan untuk melakukannya.” Ha Ni tersenyum miring. “Kenapa tidak?” Kini tatapannya berubah tajam ke arah Se Hun.
“Karena aku tak akan membiarkan itu terjadi.” Jawab Se Hun dengan wajah yang tetap terlihat tenang.
“Kau egois. Itu sebabnya aku membencimu.” Bibir sewarna delima milik Ha Ni bergetar menahan emosinya. Ha Ni tak pernah mengerti jalan pikiran Se Hun. Ia sudah ingin meninggalkan pemuda albino ini sejak lama, tapi selalu saja ditahan oleh Se Hun. Se Hun membiarkannya melakukan semua hal yang ia inginkan bahkan berkencan dengan lelaki lain didepan matanya. Tapi tetap saja, Se Hun akan dengan sabar menghadapinya. Dan mencoba menariknya kembali kedalam pelukan pemuda bermarga Oh tersebut secara perlahan.
“Aku tahu. Kau tak perlu mencintaiku untuk sekarang ini. Cukup kau berada disisiku, itu- sudah lebih dari cukup untukku.” Se Hun tersenyum. Senyum tipis yang dibuat-buat untuk sekedar menutupi betapa pilu dan sakit yang dirasakannya kini.
“Kau tahu? Setidaknya aku berharap ketulusanku akan membuatmu kembali melihat padaku. Kembali mencintaiku, meski dalam satu menit saja sebelum hidupku berakhir. Itu akan membuatku bahagia meski harus mati setelahnya.” Lagi-lagi Se Hun menampilkan senyum itu. Senyuman yang sangat dibenci oleh Ha Ni karena membuatnya semakin merasa bersalah pada Se Hun. Jikalau Se Hun bersedia melepasnya sedari dulu, ia tak perlu menjadi sebegini jahatnya pada pemilik marga Oh itu hanya untuk membuatnya mengakhiri hubungan mereka.
“Kau benar-benar sudah gila, Oh Se Hun.”
— 1 Minute Love to Forever —
Seharusnya Se Hun sudah tidur nyenyak diatas kasurnya sekarang ini. Bergelung dibawah selimutnya yang nyaman dan memimpikan kekasih cantiknya. Bukannya memacu mobilnya dengan kecepatan kelewat gila yang bisa mengancam keselamatannya. Tapi itu tidak penting, karena yang terpenting baginya sekarang adalah sampai ditempat itu secepat mungkin. Jong In tadi mengiriminya pesan bahwa pemuda berkulit tan itu melihat seorang lelaki membawa kekasihnya yang sepertinya sedang mabuk berat ke sebuah hotel didaerah Apgeujong.
Tungkai kakinya bergerak dengan cepat setelah sampai dilobby hotel dan segera berlari menuju resepsionis. Tak mempedulikan teriakan para bellboy yang menyuruhnya untuk memarkir mobilnya ditempat yang benar. Se Hun bahkan membentak si resepsionis yang tak mau memberikan nomor kamar dimana Ha Ni berada dengan alasan privasi pelanggan. Cih, masa bodoh dengan itu. Ia segera merebut mouse dan keyboard yang dipegang oleh resepsionis tadi dan mencari nomor kamar tersebut. Ia bergerak secepat yang ia bisa karena resepsionis itu sedang berusaha memanggil keamanan.
Ketemu! Itu dia! Kamar nomor 204 atas nama Kris Wu. Cih, pemuda tiang sok cool itu ternyata yang berani membawa kekasihnya ke tempat seperti ini. Setelahnya Se Hun segera berlari menuju lift. Beruntung pintu lift sedang terbuka sehingga ia tak perlu menunggu dan membuat waktunya terbuang sia-sia.
Ting
Lift terbuka ketika angka menunjukan ia telah sampai dilantai 20 hotel tersebut. Tungkai jenjangnya segera bergerak mencari kamar nomor 204 dimana kekasihnya dan lelaki brengsek itu berada. Se Hun mengerahkan segenap kekuatannya untuk mendobrak pintu kokoh yang terbuat dari kayu ek itu. Satu dobrakan, dua dobrakan. Hingga pada dobrakan keenam Se Hun berhasil menumbangkan pertahanan kokoh pintu tersebut.
Matanya terbelalak lebar melihat bagaimana lelaki berambut dark blonde itu sedang berusaha mencumbu kekasihnya secara paksa. Iya secara paksa, karena Se Hun dapat melihat jika kini Ha Ni tengah meronta dan mencoba melepaskan kungkungan Kris diantara kesadarannya yang sudah terkikis karena efek alkohol yang diminumnya tadi.
Se Hun menarik pundak polos Kris dan membanting kasar pria setinggi tiang itu ke dinginnya lantai. Se Hun menarik Ha Ni untuk berdiri dan memakaikan jaketnya pada tubuh Ha Ni yang masih menggigil ketakutan. Gadis itu berkali-kali memanggil nama Se Hun dengan nada yang bergetar karena isakannya. Se Hun mengecup pelan puncak kepala Ha Ni dan membisikkan kata-kata penenang pada gadisnya.
“SE HUN, AWAS!” Ha Ni memekik keras begitu dilihatnya Kris yang sudah bangun dari jatuhnya mencoba untuk memukul Se Hun yang masih membelakanginya. Dengan cekatan Se Hun menolak pukulan Kris dan berbalik memukul si pirang itu. Keadaan Kris yang masih dalam pengaruh alkohol setidaknya membuat ia sedikit diuntungkan karenanya.
Kris mencoba bangkit lagi namun segera digagalkan oleh Se Hun yang menendang keras perutnya hingga membuatnya terbatuk darah. Se Hun berbalik lagi pada Ha Ni dan memeluk erat gadisnya. Tak hentinya Se Hun membisikkan kalimat semua akan baik-baik saja pada Ha Ni yang masih terisak didalam pelukannya. Tanpa disadari karena posisi Se Hun yang membelakangi, Kris sudah berhasil untuk bangkit dengan sebilah pisau buah ditangan kanannya.
“Sialan kau, Oh Se Hun!” Se Hun berbalik begitu mendengar namanya disebut oleh Kris setelah umpatan yang diucapkannya. Namun terlambat, Se Hun kalah cepat dengan gerakan tangan Kris yang sudah berhasil menancapkan pisau itu tepat di titik dimana organ hatinya berada, perut atas bagian kirinya.
“S-Se Se Hun.” Hazel coklat milik Ha Ni membola tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya kini. Se Hun mulai tumbang dengan lututnya yang menyentuh lantai terlebih dahulu dan tangan bersimbah darah diatas perutnya. Sedangkan Kris menatap kedua tangannya yang bergetar juga terkotori oleh darah Se Hun sama tidak percaya dengan Ha Ni. Pemuda itu berniat untuk kabur namun sayang, keamanan hotel sudah keburu menangkapnya dan memborgol kedua tangan dibelakang badannya.
“Se Se Hun.” Air mata mengucur deras melewati pipi bulat Ha Ni melihat Se Hun yang tergeletak tengah meregang nyawa dihadapannya. Ia berlutut dan membawa kepala Se Hun ke pangkuannya. Menepuk-nepuk pipi kekasihnya berusaha untuk membuatnya tetap tersadar.
“Se Hun! Bangun, bodoh! Se hun! Ku mohon bangunlah. Hiks.” Badan Se Hun ia goncangankan dengan keras dengan harapan pemuda itu akan membuka kembali matanya. Entah kenapa sekarang ini Ha Ni merasakan sakit luar biasa mendiami hatinya ketika melihat keadaan Se Hun. Bukan hanya itu, ia juga merasakan ketakutan yang teramat sangat karena Se Hun yang tak kunjung membuka matanya.
“Bangun, bodoh! Oh Se Hun, ku mohon bangunlah! Aku mencintaimu. Jadi aku mohon buka matamu dan katakan kau juga mencintaiku. Hiks Se Hun, Oh Se Hun! Hiks.” Ha Ni memeluk erat Se Hun dan menciumi kening Se Hun berkali-kali. Ia menyesal telah mengabaikan Se Hun selama ini. Ia menyesal telah acuh pada ketulusan cinta Se Hun untuknya. Ia sungguh menyesal sekarang. Menyesali segala kebodohannya yang baru menyadari bahwa Se Hun seorang lah yang dicintainya.
“Hiks Se Hun maafkan aku. Bangunlah, aku mohon. Aku mencintaimu, Se Hun. Bangun, sialan! Apa kau tega meninggalkanku sendirian setelah membuatku kembali mencintaimu? Bangun! Buka matamu dan katakan kau juga mencintaiku, Se Hun! Hiks.” Ha Ni memekik histeris dengan Se Hun yang masih saja diam didalam pelukannya. Andai ia bisa memutar kembali waktu ia pasti akan memperbaiki semua kesalahannya. Tapi karena itu adalah hal paling mustahil didunia, maka ia hanya berharap agar Tuhan tidak mengambil Se Hun secepat ini agar ia bisa berubah menjadi lebih baik dan pantas untuk Se Hun.
Disela isakannya Ha Ni merasakan sebuah pergerakan kecil serta suara lirih memanggil namanya. Se Hun membuka matanya. Ia tersenyum meski air mata masih keluar dengan deras dari pelupuk matanya. “Se Se Hun.” Se hun tersenyum, senyum yang kini teramat Ha Ni sukai kembali. Ia tak menyangka senyum Se Hun membuat kekasihnya itu beribu kali lebih tampan dari biasanya.
1 detik
“Jangan tinggalkan aku. Hiks.” Ha Ni menangkup sebelah pipi Se Hun dengan tangannya. Se Hun masih saja tersenyum tanpa berkata apapun. Tangannya yang tak memegangi perutnya terulur secara perlahan menyentuh pipi Ha Ni.
10 detik
“Jangan menangis. Kau jelek sekali jika menangis.” Ucapnya lirih dan dengan susah payah karena rasa nyeri di area perutnya yang semakin menjadi. Ibu jarinya bergerak pelan mengusap air mata Ha Ni yang tak kunjung berhenti keluar.
20 detik
“Maafkan aku.” Ucap Se Hun lagi.
“Tidak. Jangan meminta maaf. Kau tidak bersalah, akulah yang bersalah. Maaf telah menyakitimu. Maaf sudah mengabaikanmu. Dan maaf sudah membuatmu seperti ini.”
“Ssst. Tidak. Kau tidak bersalah. Maafkan aku. Uhuk huk.” Se Hun terbatuk dengan darah yang memercik kecil dari mulutnya. Sontak saja itu membuat Ha Ni panik dan menangis semakin keras dan deras.
30 detik
“Terimakasih.” Ha Ni menggeleng keras. Mencoba mengenyahkan bayangan-bayangan buruk tentang Se Hun yang akan meninggalkannya. “Apa kau masih ingat dengan perkataanku tempo hari?” Isakannya bertambah keras seiring detik yang terus berjalan.
“Terimakasih, Park Ha Ni. Aku mencintaimu.”
“Hiks. Jangan. Kumohon. Hiks. Aku mencintaimu. Kumohon, jangan berkata seolah kau akan pergi meninggalkanku. Hiks.”
“Hey, siapa yang akan meninggalkanmu, uhm?” Se Hun kembali tersenyum tipis. Matanya mulai terlihat sayu dan sesekali berkedip lemah. Ha Ni tak tahu mendapat keberanian dari mana hingga kini bibirnya menempel pada bibir pucat Se Hun. Menghisapnya perlahan untuk memberikan memori pada otaknya bagaimana manisnya bibir Se Hun saat dikecapnya. Bergerak perlahan seolah enggan melepasnya karena terlalu takut waktu akan segera berhenti untuk Se Hun jika ia melepasnya.
50 detik
Se Hun melepas tautan itu dengan sisa tenaganya. Ia memandang Ha Ni dengan pandangan tenang dari mata sayunya. Jemarinya bergerak mengusap air mata Ha Ni meski nyatanya itu tak berhasil membuat kekasihnya berhenti menangis.
“Aku mencintaimu.” Ucap Ha Ni. Ha Ni menggenggam erat tangan Se Hun yang ada dipipinya. Mencoba merasakan sisa kehangatan dari tubuh Se Hun yang mulai berubah dingin dan pucat.
“Terimakasih untuk mencintaiku lagi di satu menit terakhir dalam hidupku, Park Ha Ni.” Perlahan tapi pasti hazel coklat dengan kelopak setajam elang milik Se Hun mulai tertutup. Tangan Se Hun yang berada dalam genggamannya pun mulai melemas. Dan Ha Ni dapat merasakan bagaimana nafas Se Hun mulai berhenti berhembus secara perlahan.
60 detik
Tangan Se Hun jatuh tergolek dengan lemas bersamaan dengan berhentinya nafas dan tertutupnya mata Se Hun untuk selamanya. Ha Ni tidak bisa untuk menahan tangisan memilukannya. Ia masih berada diambang antara percaya dan tidakpercaya bahwa Se Hun telah meninggalkannya untuk selamanya. Membuat penyesalan mendekap erat tubuhnya dan menginvasi seluruh jaringan tubuhnya. Sebanyak apapun ia meneriakkan maaf Se Hun masih tetap menutup matanya. Meninggalkannya dengan setumpuk perasaan bersalah yang tak pernah berujung untuk kekasihnya.
END
Series lain yang sama jeleknya bahkan lebih jelek dari yang lain. Aku tidak berharap banyak, hanya berharap kesediaan dari kalian untuk setidaknya meninggalkan sedikit jejak huruf dikolom komentar. Dan adakah dari kalian yang merasa Se Hun semakin tampan dan hot untuk diabaikan??? AAA Se Hun aku mencintaimu… lupakan fangirl labil yang satu ini dan sekali lagi terimakasih untuk semua yang sudah mendukungku selama ini.. terimakasih…
Rabu, 10 Desember 2014
1 Minute Love to Forever
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar