Kamis, 27 November 2014

Said My Name (One Shot)





Author : Hyuuga Ace
Main Cast :
Kim Hakyung (OC)
Oh Sehun
Support Cast :  Kim Jongin / Kai, Kim Junmyun / Suho, Han Mirae (OC)
Genre : Romance, School Life
Rating : PG-15
_______
Hakyung’s PoV
“Kyung-ah, kau dapat tempat pertama lagi!” Pekik seseorang yang kuyakin baru saja datang dan langsung mengambil tempat di sebelahku.
“Hmm.. Bukankah seharusnya memang begitu?” Aku tersenyum kecil dan melanjutkan membaca komik shoujo yang baru saja dibelikan oppaku.
“Tentu saja.” Mirae –sebut  saja itu namanya, tertawa kecil sembari melirik komik yang sedang kubaca.
“Ah! Namida Usagi? Kau sudah baca sampai volume berapa? Kau tahu akhirnya sangat romantis, Momoka dan-”
“Stop! Chingu-ya, bisakah kau berhenti membacakan spoiler cerita padaku?” Ujarku malas. Bukankah jika kau sudah mengetahui akhir dari cerita yang belum selesai kau baca akan membuatnya tidak menarik lagi?
“Ah mian. Eh, Kyung-ah. Kau tahu?” Tanyanya ambigu yang hanya membuatku mendengus pelan.
“Tidak.”
“Ya! Serius. Begini, kau tahu kan sekolah kita menerima 2 orang murid baru?” Tanyanya penuh semangat, walau aku tidak melihat wajahnya –karena  terlalu terfokus dengan komik yang sedang kubaca, tapi aku yakin dia bertanya dengan wajah berbinar, penuh antusias. Dan aku yakin murid baru itu salah satunya, mungkin juga keduanya adalah namja. Dan, tampan.
Mirae, sahabatku yang amat terobsesi dengan namja- namja tampan. Katanya, ‘Mataku perlu melihat namja- namja tampan, agar tetap sehat.’
Dan biasanya aku hanya menarik napas panjang dan mulai mengabaikannya. Ya, perlu dicatat. Aku tidak begitu tertarik dengan hal berbau namja dan cinta. Yang selalu kupedulikan adalah bagaimana agar oppaku selalu membelikanku komik baru. Kkkk.. Aku terbiasa menikmati adegan romance di dalam komik yang kubaca, tidak pernah sekalipun merasakannya dalam kehidupan nyata, jadi aku tidak begitu memperdulikannya.
“Dan kau tahu? Mereka berdua adalah namja! Dan yang lebih penting lagi mereka berdua sama- sama tampan luar biasa! Bahkan ketampanan mereka melebihi Takahiro Narumi!” Ya, Takahiro Narumi adalah nama tokoh utama dalam komik Jepang atau biasa kita sebut manga yang sedang kubaca ini. Dan dalam gambar pun, yang namanya Narumi ini memang tampan sekali.
“Arraseo…” Aku hanya membuang napas panjang terkesan malas menanggapinya, dan kemudian meliriknya sekilas. Dan pemandangan yang tersaji dihadapanku adalah, Mirae menatapku dengan pandangan penuh keirian.
Ada yang salah?
“Wae? Ada yang salah?”
“Eoh! Mereka berdua sama- sama masuk ke kelasmu. Kelas favourite dengan anak- anak pintar.”
“Geurom? Apa perlu kau iri padaku?” Tanyaku sambil membalik halaman komik yang berada di tanganku.
“Tentu! Tidak banyak orang tampan yang bersekolah di tempat ini. Dan mengapa sekalinya kita kedatangan namja tampan, mereka harus sekelas denganmu? Jika dia di kelasku tentu saja mataku akan sehat dan semakin semangat belajar. Huaaaaa….” Rengeknya yang membuatku lagi- lagi menarik napas panjang. Melelahkan juga.
“Mungkin karena mereka pintar. Dan sebenarnya aku tidak mengerti, darimana kau tahu mereka itu tampan? Kau pernah bertemu dengan mereka?”
“Aku melihatnya  hari Sabtu kemarin, saat aku harus datang ke sekolah untuk kegiatan ekstrakulikuler. Mungkin mereka sedang melengkapi data- data. Sehingga harus datang ke sekolah di hari Sabtu.”
“Oohh..”
“Tapi Kyung-ah, walau mereka tampan seperti pangeran. Mereka tidak akan menyaingi kepintaranmu,kan?”
“Tentu saja!” Aku menutup komikku dan memasukannya ke ransel coklat kesayanganku kemudian merapikan rokku, bersiap beranjak dari taman sekolah tempatku sedari tadi berdiam diri membaca komik.
“Mirae-ya, aku ke kelas dulu.”
“Eoh.”
“Kau tidak berangkat? Apa yang kau tunggu?”
“Aku ingin melihat 2 anak baru itu secepatnya, aku akan berangkat ke kelas ketika mereka berdua telah melewati tempat ini.” Aku menggeleng pelan, benar juga. Taman ini menghadap ke lapangan. Tentu saja, orang- orang yang baru datang akan melewati lapangan dan akan terlihat dari taman ini.
“Arraseo.”
_______
Aku melangkahkan kakiku santai melewati koridor kelas yang cukup lebar. Hanya beberapa langkah lagi aku akan menyentuh pintu kelasku.
Tiba- tiba bola mataku menangkap sesuatu yang ganjil.
Aku mengerjap beberapa kali. Memastikan mataku menangkap sesuatu yang nyata, bukan ilusi.
Bukankah dia itu?! Siapa namanya? Aku juga lupa.
Sainganku saat di Elementary School! Saat aku duduk di kelas 4. Dia satu- satunya orang yang pernah mengacaukan rekorku.
Rekor dimana aku selalu diam di peringkat pertama!
Ya, aku tidak mungkin lupa.
Dia itu namja yang menjadi murid pindahan saat aku kelas 4 dan kemudian aku menjalani hari- hari sengit bersamanya selama hampir setahun. Karena nilai ulanganku selalu saja tepat dibawahnya. Sampai kemudian, posisiku direbut olehnya, yang menjadikanku duduk di peringkat 2.
Uh! Aku bahkan ingat, aku langsung memukulinya sekencang mungkin setelah mengetahui hasil peringkat. Dan karena aku memukulinya, aku langsung digiring wali kelasku ke ruang BK dan untuk pertama kalinya aku dihukum!
Ya, namja yang setelah itu menghilang lagi.
Mataku tidak pernah melihatnya lagi setelah itu, mungkin dia pindah sekolah lagi. Sampai hari ini, dia berdiri tidak jauh di hadapanku.
Dan memandangku… Memandangku penuh penghinaan!!
Tatapannya…
Dia. Merendahkanku.
Sial!! Siapapun namanya, aku benar- benar membencinya.
Aku tidak ingin bertemu lagi dengannya! Bertemu dengan namja menyebalkan yang mematahkan rekorku.
Kemudian ketika dia mengehentikan langkahnya sekitar 1 meter di depanku, mataku membulat sempurna.
Na, wasseo. Tidakkah kau merindukanku?” Rasanya otakku terasa panas ketika kemudian ia tersenyum miring.
Aku menarik napas panjang dan membuangnya kasar. Dan menatapnya penuh kebencian. Mungkin jika digambarkan dalam komik, mataku sudah mengeluarkan laser.
“Aku tidak mungkin merindukan seseorang yang bahkan namanya saja aku lupa.” Kemudian aku melanjutkan jalanku, berusaha tidak menggubrisnya lagi. Dia telah mengacaukan moodku.
“Ya! Bukankah kau tidak pandai dalam menghafal nama orang lain,  huh?”
Aku menghentikan langkahku, lagi. Melihat ke sekelilingku, sudah banyak orang berkumpul dan melihat ke arah kami.
Aku benar- benar ingin memukulnya lagi, terlebih ketika mendengar bisikan- bisikan orang- orang yang berkumpul itu.
“Jadi, ada sesuatu yang Hakyung tidak kuasai?”
“Dia tidak pandai dalam menghafal nama? Yang benar saja!”
“Jangan- jangan dia tidak tahu namaku. Padahal aku selalu sekelas dengannya.”
“Jadi orang yang memiliki ingatan dalam pelajaran sesempurna itu. Tidak dapat menghafal nama orang lain?”
Kuhentakkan kakiku keras- keras, mencoba mengingatkan orang- orang itu bahwa orang yang mereka bicarakan masih disini.
SIAPAPUN NAMAMU, TOLONG JANGAN KEMBALI HANYA UNTUK MENGACAUKAN HIDUPKU LAGI!
_____
Sehun’s PoV
Kim Hakyung. Yeoja ini telah tumbuh dewasa. Dia jauh lebih manis dan cantik dibanding dulu.
Dibanding dulu? Ingatan menyebalkan itu kembali menyerangku. Ingatan akan yeoja mungil yang menghajarku habis- habisan karena aku mendapat peringkat satu saat itu. Dan aku hanya dapat menatapnya shock dan tidak sedikit pun menahan serangannya. Ya, aku tahu dia selalu membenciku saat itu. Tapi aku tidak berpikir dia akan sampai sefrontal itu menyerangku.
Aku kembali ke Korea dan langsung mencari tahu dimana yeoja ini bersekolah.
Dan setelah kuketahui dia bersekolah disini. Tanpa pikir panjang aku juga langsung mendaftarkan diri disini.
Jika kau bertanya alasan? Aku memiliki 2 alasan.
Pertama, aku ingin membalas dendam. Bagaimanapun aku merasa hina dipukuli oleh seorang yeoja di masa kecilku.

Dan kedua, aku ingin masa- masa Senior High School ku menarik. Aku tahu yeoja itu bisa membuat kehidupanku lebih menarik.

Seperti saat ini, mungkin saja dia tidak pandai mengingat nama. Karena sejak dulu juga seperti itu, dia tidak pernah memanggil namaku. Sekalipun.
Tapi bukankah dia bisa membaca? Aku memakai name tag di bagian seragamku.
Jelas- jelas disitu tertulis,
Oh Se Hun
Sebegitu kalapnya kah dia bertemu lagi denganku sehingga tidak memperhatikan hal tersebut?
Atau mungkin dia tidak pernah ingin memanggil namaku?
Tapi aku cukup bersyukur, walau dia tidak mengingat namaku. Tapi dia mengingatku. Karena tatapannya padaku masih sama seperti tatapan yeoja mungil yang kutemui lebih dari 5 tahun yang lalu.
____
2 minggu berlalu dan dia masih saja menatapku penuh kebencian. Tapi tak apa, entah mengapa aku tidak sakit hati melihat tatapan itu.
Aku justru merasa.. lucu?
“Haksengdeul! Sebelum pelajaran berakhir, ada sesuatu yang ingin saem sampaikan. Apakah kalian mengingat olimpiade Matematika yang selalu siswa kelas 3 ikuti di setiap tahunnya?”
“Neee.. Tahun lalu Kim Jong Dae sunbaenim yang terpilih, kan?” Sahut seseorang secara random.
“Tahun ini, kami guru- guru telah memutuskan untuk menyeleksi 2 orang untuk mengikuti olimpiade itu. Bisakah kalian menebak siapa?”
“Salah satunya pasti Hakyung.”
“Saem. Jangan bertele- tele. Cepat umumkan saja.”
Kemudian kulirik sekilas dirinya, yang hanya memberengut di bangkunya. Seperti ada sesuatu yang dia pikirkan?
“Ya, seperti yang kalian tebak. Salah satu dari 2 kandidat itu adalah Kim Hakyung. Siswa kebanggan sekolah kita. Namun, ada juga siswa lain yang cukup berprestasi di sekolah sebelumnya. Nilainya hampir selalu perfect dan dia sangat ahli dibidang Matematika.”
Ku rasa aku mengetahui siapa itu.
Sebisa mungkin aku menahan senyumanku, tentu saja aku puas. Aku tidak begitu tertarik dengan olimpiade. Yang sepenuhnya kupedulikan adalah, lagi- lagi aku memiliki kesempatan melawannya lagi. Bahkan lebih menarik dibanding bersaing meraih peringkat 1.
Kutolehkan kepalaku cepat ke belakang. Dan benar saja, seperti dugaanku dia juga mengetahui siapa satu orang lainnya.
Aku menaikan salah satu alisku dan tersenyum miring. Aku hampir saja tertawa melihatnya yang seakan ingin menggebrak meja.
“Oh Sehun..” Panggil songsaengnim yang membuatku menoleh lagi ke depan dan menjawab panggilannya.
“Ne, songsaengnim.”
“Kau tidak keberatan, kan? Berhubung kau masih baru di sekolah ini.”
“Aniyo, saem. Aku senang bisa bersaing dengan Kim Hakyung-ssi.” Ujarku dengan nada yang diusahakan sebisa mungkin untuk tenang, jujur saja dalam hati aku sudah ingin meledak karena tertawa. Membayangkan wajahnya yang penuh kemurkaan, wajahnya yang sepenuhnya memerah. Itu pasti lucu sekali.
“Bagus kalau begitu. Mulai besok sepulang sekolah, kalian akan mengikuti kelas khusus bersama saya. Jadi tolong persiapkan baik- baik, karena hari olimpiade tidak lama lagi.”
______
Hakyung’s PoV
WAE?! WAEEEEE? Kenapa harus jadi seperti ini?!
Mewakili sekolah pada olimpiade Matematika adalah salah satu impianku. Aku telah menantikannya semenjak kelas 1, karena bagaimanapun yang akan mengikuti olimpiade ini adalah murid kelas 3. Tapi kenapa?! Setelah kesempatan ini muncul. Aku masih harus bersaing lagi.
Dan yang memperburuknya, aku harus bersaing dengan namja sialan itu!
Aku membanting tasku asal ke sofa dan mulai menyalakan tv. Aku memilih channel sebentar dan berhenti di salah satu acara berita yang menayangkan persiapan Olimpiade Matematika tingkat Nasional. Dan seketika moodku kembali memburuk.
Mengingat besok aku harus memasuki kelas khusus tiap pulang sekolah berdua bersama namja itu.
Arghhhhh..
Aku mengacak rambutku frustasi.
“Aigoo.. Hal apa yang membuat dongsaeng kesayanganku terlihat kesal sampai sejauh ini, huh?”
“Omo!” Aku mengerjap kaget ketika melihat oppaku yang telah duduk di sampingku sambil menekan remote tv, mungkin ingin mengganti channel.
Sejak kapan dia disitu? Dan dia sudah pulang kuliah sepagi ini?
“Oppa, sudah pulang kuliah?”
“Oppa kan hari ini cuti kuliah, kau tidak ingat?”
“Ah mian. Junmyunie oppa. Eh oppa, kau mengingatnya tidak?” Tanyaku ambigu yang membuatnya hanya mengerutkan keningnya.
“Namja yang membuat rekorku hancur. Namja yang kupukuli saat di Elementary School.”
“Ahh si namja tanpa nama?” Tanyanya sambil tersenyum jahil. Apa maksudnya?
“Mwo?!”
“Ingatan oppa sangat bagus, Kyungie. Saat kecil, kau selalu mengadukan namja itu pada oppa, tapi kau tidak pernah menyebut namanya. Kau mengganti namanya dengan ‘namja sialan itu’ atau ‘namja menyebalkan’. Kurasa dia tidak punya nama. Hahaha..” Cerocosnya panjang lebar yang membuatku mendelik malas. Apapun, memangnya aku peduli dengan namanya.
“Eh tapi tunggu, bukankah kau memang sulit sekali mengingat nama seseorang? Maksudku, orang- orang disekitarmu. Mengingat nama Han Mirae sahabatmu saja sudah luar biasa, Kyung-ah. Tapi seharusnya kau mengingat nama namja itu.” Lanjutnya yang membuatku jadi ikut-ikutan sebal padanya.
“YA! Oppa!”
“Arasseo, lanjutkan ceritamu.”
Aku menceritakan segalanya, kemunculannya, tentang olimpiade matematika yang sangat kuidam- idamkan, tentang dirinya yang terus merendahkanku. Dan tak lupa tentang seberapa bencinya aku padanya. Terkadang ada hal- hal yang tidak bisa kuceritakan pada Mirae namun dapat kuceritakan pada oppa ku. Seperti hal yang satu ini.
Dan kau tahu? Oppaku hanya tersenyum dan mengusap puncak kepalaku. Membuatku bingung dengan reaksinya.
“Kyung-ah, terkadang rasa persaingan itu perlu. Karena dengan bersaing kau belajar untuk melakukan hal yang lebih lagi. Dan kurasa dia lawan yang baik untukmu.”
“Tapi tetap saja..”
“Dan satu hal lagi, jangan terlalu membenci seseorang. Karena perasaan cinta banyak bermula dari rasa benci. Percaya tidak?”
“OPPA!!!” Jeritku frustasi. Mengapa dia jadi menceramahiku tentang cinta?!
“Oppa kan hanya menasehatimu. Tapi lebih baik kau berhati- hati dengan namja tanpa nama itu.”
“Aku tidak akan kalah lagi dengannya!” Bentakku kesal.
“Hey, bukan itu, adikku yang manis. Maksud oppa, berhati- hati karena mungkin saja dia suatu saat bisa merebut hatimu untuk pertama kalinya.”
“MALDO ANDWAE!”
________
Kulangkahkan kakiku ke ruang kelas itu dengan malas. Malas? Tentu saja, bertemu dengan namja itu lagi. Apalagi secara privat seperti ini benar- benar menyebalkan.
Tapi bagaimanapun ini kesempatanku lagi. Kesempatan untuk membalas dendamku beberapa tahun yang lalu. Kali ini aku tidak akan kalah lagi dengannya.
“Hakyung Kim!” Panggil seseorang dari arah belakang sambil mencoba menepuk punggungku, aku mencoba mengelak dan akibatnya pungguku terbentur dinding. Uh!
“Whoa, calm down. I’m just Kai.” Ujarnya penuh percaya diri. Yang membuatku sedikit kesal, okay i’m not recognize who is he.
Kai? Who’s he?”
You don’t know me?” Shock. Tapi ini membuatku sedikit bingung. Mengapa juga aku harus mengenalnya?
You know, i’m new here.” Lanjutnya.
Ehm, wait. Kita masih di Korea, haruskah berbincang- bincang dalam bahasa Inggris?”
“Oh i’m sorry. Aku tinggal lama di Inggris. Jadi aku terbiasa berbicara memakai bahasa Inggris.”
“Dan ini di Korea.” Potongku cepat. Aku sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan mengenai kehidupannya.
“Arasseo. Aku baru bersekolah disini sekitar 2 minggu, tapi kau lihat? Yeoja- yeoja disini mulai menggilaiku. Dan, kau satu- satunya yang tidak melirikku, kau tahu? Kau bahkan tidak mengenaliku. Padahal kita sekelas. Dan ini membuatku tertarik.”
“Aku tidak tertarik mengenalmu. Dan tolong jangan samakan aku dengan yeoja kebanyakan di sekolah ini. Aku pergi.” Aku melangkahkan kakiku santai meninggalkannya, namun belum jauh aku berjalan ada tangan yang menarikku kasar.
“YA!!”
“Secara tidak langsung kau telah menolakku. Dan aku sangat benci ditolak, apalagi oleh seorang wanita.”
“Jadi apa maumu, hah?” Tanyaku tidak sabar. Aku benar- benar butuh segera meninggalkan tempat ini.
Aku hanya ingin menamparnya ketika tiba- tiba saja dia menarikku dan aku tahu dia ingin menciumku. Seketika perasaanku berubah, takut.
Ya, aku takut dengan namja ini. Aku bisa merasakannya ketika tubuhku mulai gemetar dan air mata hampir saja menetes.
Seperti kilatan cahaya, seseorang memukul wajah namja itu dan membuatnya terjatuh ke lantai.
Bro, she’s mine. The reason why she’s not interest with you because she’s fall for me. So, please don’t do this to her!” Suara ini? Terdengar datar, dingin, namun masih bisa mengontrol amarahnya.
“Uh!” Namja itu meringis pelan, dan kemudian namja itu segera pergi meninggalkan aku dan seseorang yang menolongku.
Hahh….. namja ini?
“Mian, Hakyung-ah. Jeongmal mianhae.” Ujarnya sambil menepuk punggungku.
Dan, tunggu. Sejak kapan aku berada dalam pelukannya?
Tapi ini aneh, pelukannya. Tidak membuatku marah atau takut seperti yang dilakukan namja bernama pendek tadi.
Pelukannya, hangat.
______
Sehun’s PoV
Aku begitu kalap ketika melihat Kai yang notabene adalah sahabat dekatku, ingin mencium Hakyung. Entahlah, aku merasakan gejolak amarah yang keluar dari dalam diriku sehingga tidak sadar aku memukulnya. Dan setelah melakukan itu, aku baru tersadar dan merasakan penyesalan  namun masih marah padanya. Sehingga aku bisa mengkontrol nada suaraku.
Namun ada yang aneh, aku tidak bisa mengontrol apa yang kuucapkan atau apa yang kulakukan.
Aku hanya berharap dia tidak mencerna apa yang kuucapkan tadi.
Karena dia tidak menyadari ketika kedua tanganku terulur untuk memeluknya, menenangkannya.
Tubuhnya yang gemetar membuatku merasa lemah dan.. bersalah.
______
“Kai, dia sahabatku. Dia terlalu banyak menerima adat barat, sehingga membuatnya seperti itu. Tapi tenang saja, dia tidak akan menganggumu lagi. Aku menjamin itu.” Jelasku saat melihatnya masih terdiam.
“Aku meminta maaf mewakilkannya.”
Diam dalam keheningan yang cukup panjang, sampai kami sampai di pintu kelas dan aku bersiap membukakan pintu. Namun tiba- tiba aku merasakan ada tangan yang menyentuh pergelangan tanganku.
“Ehmmm.. Gomawo telah menyelamatkanku.” Bisiknya pelan, benar- benar berbisik. Jika kau tidak mempunyai telinga yang baik, mungkin kau tidak akan mendengarnya.
“Mwo? Kau bilang apa?” Tanyaku jahil. Menjahilinya sepertinya menarik.
“Gomawo.” Ujarnya masih seperti berbisik.
” Huh?”
“Apapun! Terserah!” Hentaknya kesal seraya membuka daun pintu dan masuk ke dalam sambil menggerutu tidak jelas.
“Ya! Dasar pemarah.”
Melihatnya marah- marah jauh lebih baik. Kemudian aku tertawa pelan, dan menyusulnya ke dalam.
______
Hakyung’s PoV
Hari- hari terasa lebih menarik sekarang. Bersaing dengannya tidak buruk juga, walau aku selalu marah- marah padanya jika dia berhasil mengerjakan soal lebih cepat dariku. Tapi aku juga senang ketika aku tersenyum puas dan balik meremehkannya ketika aku menyelesaikan pertama.
Sampai suatu hari saem memberikan kami soal dengan tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi. Walau hanya 5 soal, tapi itu luar biasa sulit.
“Saem, harus segera menghadiri rapat guru. Kalian kerjakan dulu. Jika sudah selesai kumpulkan saja di meja Saem yah.” Kemudian dia pergi begitu saja.
Aku mencoba mengerjakannya, namun.. Uh! Soal macam apa ini?!
Aku mencoba mengerjakan soal lainnya. Hanya 2 dari 5 soal yang berhasil kujawab. 3 soal, Kim Hakyung. Kau mengosongkan 3 soal! Aku mencoba mendinginkan kepalaku dengan menaruh kepalaku di atas meja. Biasanya ini berhasil. Kemudian ketika aku menutup mata untuk mencari jawaban yang tepat. Suaranya kembali mengangguku.
“Kau tidak berniat menyerah dan kemudian pergi tidur kan?”
Ckkk.. Siapa juga yang ingin tidur?
“Ani.. Aku sedang mencari inspirasi.” Ujarku cepat seraya membuka mataku dan melihatnya masih serius mengerjakan soal tanpa menoleh ke arahku sama sekali.
“Apakah kau berhasil mengerjakan semua soalnya?” Tanyaku ketus. Aku yakin dia juga tidak lebih baik dariku.
Kemudian dia menoleh ke arahku dan tersenyum dengan senyuman yang begitu manis dan tulus, aku tidak merasakan senyuman ejekan atau meremehkan darinya. Dan ini membuatku sedikit…. Gugup?
“Aku berhasil mengerjakan 4 dari 5 soal.”
Aku terbatuk kecil dan mengangkat kepalaku dari atas meja, melihat ke lembar jawabannya.
“Soal yang tidak bisa kau kerjakan, itu mudah sebenarnya.” Aku berdeham kecil dan kembali menatapnya. Menatap namja yang juga sedang menatapku dengan pandangan yang, aneh. Bukan aneh dalam artian konotasi. Yang aku juga tidak mengerti maksudnya.
“Maukah kau mendengar sudut pandangku dalam mengerjakan soal ini?”
_____
Sehun’s PoV
“Maukah kau mendengar sudut pandangku dalam mengerjakan soal ini?” Dia menawarkan bantuannya. Untuk yang pertama kali.
Kemudian menatapku dengan pandangan lain, bukan tatapan kesal atau tatapan sengit penuh persaingan.
Namun tatapan lembut.
1..2..3..4.. Aku merasakan degup jantungku berpacu lebih cepat. Uh! Sebenarnya aku ini kenapa?
Kemudian aku hanya mengangguk dan kemudian dia menggeser kursinya menjadi jauh lebih dekat ke arahku dan mulai menjelaskan soal itu padaku.
Aku tidak bisa menangkap penjelasannya dengan baik. Mengingat posisi kami yang begitu dekat dan entah karena apa. Kedua mataku hanya ingin melihat wajahnya.
Kim Hakyung, dia…. cantik sekali.
Tidak hanya cantik, dia manis sekali. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam dibiarkan tergerai, membuatku ingin sekali menyentuh rambutnya dan menghirup aromanya.
Saat aku masih memperhatikannya tiba- tiba saja dia menoleh ke arahku dan.. Uh! Aku tahu posisi kami sekarang aku tertangkap basah sedang memperhatikannya.
Aku sudah siap menerima bentakannya, namun diluar ekspetasiku, dia diam saja dan hanya ikut menatapku balik.
Membuat kedua bola mataku tidak bisa lepas dari mata teduhnya.
Sial! Mengapa tiba- tiba aku memiliki keinginan untuk menciumnya, yah? Maksudku di jarak sedekat ini dan wajahnya yang, tunggu –
Di kedua sisi pipinya dapat kulihat semburat merah. Mungkinkah dia?
DEG
DEGG
Ya! Oh Sehun apa sadarlah! Hey!!

Tapi, ah aku tidak tahu lagi.
_______
Hakyung’s PoV
Ada apa denganku? Mengapa rasanya seluruh sel dalam tubuhku seakan berhenti bergerak. Tubuhku kaku dan segala sesuatu yang dapat kulakukan hanyalah terjebak di dalam bola matanya.
Tunggu, jantungku juga bekerja tidak normal. Jika manusia normal jantungnya akan berdetak 70- 80 kali per menit. Mungkin sekarang detakan ini melebihi 100 kali per menitnya, dan tolong!
Apa yangg akan dia lakukan dengan memajukan wajahnya jauh lebih dekat lagi?!
Sampai- sampai hidung kami bisa bersentuhan.
Di komik- komik shoujo yang sering kubaca, bukankah akhir dari adegan ini adalah..
KISSING?!
Dan payahnya kenapa aku tidak bisa mengelak, aku bisa saja menarik wajahku atau memalihkan wajahku kemana saja asal tidak kembali ke wajahnya.
Namun tatapan matanya seakan mengintimidasi dan mengurungku disana.
Begitu… Menghipnotisku.
Ketika bibirnya menyentuh bibirku, aku merasakan ada sensasi aneh dalam diriku. Seakan tubuhku siap untuk melayang dan meledak di atas awan.
Tiba- tiba saja namja itu menarik dirinya cepat, terlalu cepat sehingga kursi yang ia duduki berdecit karena bergeser ke samping
“Mi.. Mian.” Ujarnya kaku sambil menunduk.
“Ini salahku.” Ucapannya menyadarkanku akan kenyataan yang sebenarnya.
Kim Hakyung! Kau bodoh sekali!
Ya, tentu saja. Semua ini salah. Kami bahkan tidak saling mencintai, tapi dia menciumku.
Dan bodohnya, aku tidak menolak! Atau setidaknya mengelak.
Tiba- tiba saja mataku terasa panas. Aku juga tidak tahu alasannya, hanya saja aku hanya ingin menangis.
Dan benar saja, ketika perasaanku mengatakan aku ingin menangis. Satu tetes air mata lolos begitu saja dan kemudian disusul oleh yang lainnya.
Aku menginggit bibirku dan mengambil tasku. Berlari keluar kelas meninggalkan namja itu.
Aku tidak ingin melihatnya lagi. Namja itu!
Dia mengejarku dan memanggil namaku. Aku menyadari hal itu, tapi entah mengapa aku tidak ingin menoleh ke belakang dan melihatnya.

Namja itu! Aku benar- benar membencinya!
____
Sehun’s PoV
Yeoja itu, Kim Hakyung. Aku tahu dia marah padaku. Dan mungkin dia layak melakukan itu.
Jujur saja, aku merasa sangat bersalah atas peristiwa 3 hari lalu. Perasaan bersalah itu sangat menyiksaku. Namun ada sesuatu yang lebih menyiksa dibandingkan perasaan bersalah.
Ketika melihatnya menjauhiku.
Dia tidak pernah lagi mengikuti kelas tambahan, alasan yang diberikannya pada saem adalah dia lebih suka belajar sendiri.
Ada suatu pemikiran yang mengangguku belakangan ini, mungkin jika kau mendengarnya terasa lucu.
Aku merindukan saat- saatku bersamanya. Ribut, bersaing, saling meremehkan, dan saat dia mengajariku terakhir kali.
Merindukan tatapan matanya yang penuh kekesalan padaku, merindukan sengitnya saat dia melawanku setiap pulang sekolah di kelas khusus. Dan yang paling kurindukan adalah, caranya memanggilku.
Sekalipun aku tidak pernah mendengarnya memanggil namaku. Dia mungkin satu- satunya orang yang setiap hari berbicara denganku tapi tidak pernah memanggil namaku. Dan anehnya aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu, karena aku menikmatinya. Karena aku terbiasa dengan keadaan itu.
Sesuatu yang membuatnya berbeda. Tidak, dia memang berbeda. Dia sangat berbeda dengan yeoja kebanyakan.
Aku baru saja menyadarinya sekarang, mungkin saja aku tertarik padanya sudah sejak lama. Sejak pertama kali aku bertemu dengannya di kelas 4 Elementary School. Dan mungkin perasaan itu terpendam selama lebih dari 5 tahun, sampai aku bertemu sosoknya yang sudah bertumbuh dewasa. Sampai waktunya aku tersadar bahwa aku merasakan sesuatu yang lain padanya.
Kim Hakyung, aku menyukainya.
______
Hakyung’s PoV
Sudah berapa hari aku menghindarinya? Mungkin 4? Namja sialan itu benar- benar mengacaukan hidupku.
Kau tahu? Bahkan sekarang aku tidak bisa mengenali diriku sendiri.
Aku tidak ingin melihatnya lagi, tapi aku merindukannya. Uh! Mengakui hal ini dalam otakku saja membuatku sebal. Tapi ini kenyataan.
Mungkin..
Mungkin aku terbiasa dengan kehadirannya. Ya, ini benar. Aku hanya terbiasa, sehingga jika dirinya tidak ada aku merasa ada sesuatu hal yang hilang.
Aku terbiasa bertengkar dan bersaing dengannya. Setiap hari pasti ada saja momen saling bertengkar mempermasalahkan hal- hal bodoh antara aku dan dirinya. Tunggu… Hal- hal bodoh? Ini pertama kalinya aku berpikir Matematika adalah hal yang bodoh.
Dan, untuk pertama kalinya juga. Aku tidak begitu terfokus pada Olimpiade Matematika yang sangat ingin kuikuti itu. Ada suatu hal yang lebih penting, bertemu dan bersaing dengannya.
Ah sial! Perasaan macam apa ini?! Otakmu dan egomu menyuruhmu tetap menghindarinya, namun hatimu berkata hal sebaliknya.
DUAKKK
“Ahhh appo!” Aku meringis, tentu saja sakit. Aku menabrak sesuatu. Pintu kelas? Aku melihat sekelilingku dan.. Kenapa aku bisa sampai disini?!
Maksudku tadi kan ingin datang ke kelas Mirae dan mengajaknya pulang bersama. Tapi mengapa kakiku malah melangkah ke kelas khusus?
Ah ini semua karena aku memikirkan namja sialan itu. Eh tunggu? Memikirkan? Ahh tidak sudi!
Aku membalik tubuhku bersiap- siap akan pergi.
“Kau merindukanku, yah?”
Cih, suara itu lagi. Bahkan dalam khayalan pun aku tidak ingin mendengar suaranya!

Mana mungkin aku merindukan namja sialan itu!

“Ahh ternyata kau benar- benar rindu padaku.”
Hey, mengapa suara itu makin terdengar jelas?

“Karena aku tepat di belakangmu, bodoh!”
“YA!!! SIAPA YANG KAU BILANG BODOH!” Geramku sambil membalik tubuhku, dan dia benar- benar disitu bersandar di tembok dan memasukan kedua tangannya ke saku celananya sambil menatapku heran.
“Dan siapa yang kau sebut namja sialan?”
Tunggu, jangan- jangan sedari tadi aku menyuarakan pikiranku yah?
“Ah, aku masih marah padamu. Untuk apa aku berbicara padamu.” Sengitku sambil membalik badanku.
Eh? Kenapa aku jadi terlihat bodoh yah? Untuk apa orang marah malah mendeklarasikannya?
“Ya! Kim Hakyung. Ayo kita bertanding.”
Aku menghentikan langkahku namun tidak berbalik. Aku mencoba mendengarkan ucapannya.
“Bukankah besok saem akan memberikan kita test? Untuk menentukan siapa di antara kita yang akan mewakili sekolah pada olimpiade Matematika itu?”
“Hmmm..” Gumamku menyetujui ucapannya.
“Ayo kita bertanding, jika pada akhirnya kau terpilih aku akan mengabulkan semua permintaanmu. Namun jika aku yang berhasil, kau harus mau memberikan 1  menit penuh untukku. Aku ingin mengatakan suatu hal padamu.”
Aku bisa mendengarnya menghela nafas. Perjanjian ini tidak buruk?
Mungkin jika aku berhasil aku akan menghajarnya lagi seperti dulu sebagai permintaan.
“Eotte?”

“Agree.”
_____
Kemudian hari berganti dengan cepat. Dan aku sudah duduk berdua di kelas khusus –ya  aku datang lagi ke kelas ini karena hari ini adalah hari test, menunggu hasil test yang sudah kukerjakan beberapa menit yang lalu. Aku mengerjakannya dengan lancar walau ada beberapa soal yang membuatku berpikir lebih keras.
Kami berdiam diri dalam hening yang cukup panjang. Menunggu songsaengnim kembali sambil membawa kertas hasil yang telah kami kerjakan beserta nilainya.
Tumben sekali dia tidak mengajakku berbicara atau setidaknya mengangguku.
Aku memberanikan diri melirik ke samping untuk melihat apa yang sedang dia lakukan.
Namun diluar bayanganku, namja sialan ini malah memiringkan wajahnya dan menempelkannya ke meja. Dia tidur.
Aku melihat ada guratan lelah tersirat pada wajah sempurnanya. Apakah dia lelah karena belajar?
Mengapa dia ingin sekali mengalahkanku?
Apa sebenarnya yang ingin ia ucapkan dalam waktu semenit penuh itu?
Tanganku tanpa diperintah bergeser dan melambai- lambai di depan wajahnya. Memastikan dia benar- benar terlelap.
Namun dugaanku salah, dia tidak tertidur. Karena tangannya malah menangkap tanganku dan menggenggamnya.
“YA!” Bentakku sambil melepaskan tangan kananku dari genggamannya.
“Tanganmu dingin sekali.. Apa yang sedang kau risaukan?”
“Apa yang kau bicarakan?”
“Saat kau marah padaku dan menghajarku saat itu, tanganmu juga sangat dingin. Aku bisa merasakannya dibalik kulitku. Jadi aku hanya menebaknya, jika kau sedang marah atau merisaukan sesuatu. Tanganmu akan sangat dingin. Apa aku benar?” Tanyanya tanpa membuka matanya. Seakan- akan dia mengingau. Namun aku tahu dia sepenuhnya sadar.
“Aku tidak tahu. Dan mengapa kau terlihat begitu lelah?” Aku bertanya pelan, namun sepertinya dia masih dapat mendengarku.
Kau. Jika kau sedang menekan gengsimu. Suaramu akan sangat memelan, seperti bisikan.” Racaunya lagi.
“Benarkah? Hey namja sialan, mengapa kau berpikir seperti itu?” Tanyaku penasaran.
“Dan kau juga tidak pernah memanggil namaku. Namja sialan? Aku mempunyai nama, Hakyung-ssi.”
“Aku tidak ingat namamu.” Dengusku. Haruskah aku mengingat nama Oh Sehun,  huh?
“Kau mengingatnya. Walau mungkin kau memang sulit menghafal nama orang lain. Tapi kau mengingat namaku.”
Aku hanya mendengus. Dia itu terlalu percaya diri.
“Hakyung-ah, walau aku tidak mengenalmu cukup lama. Dan masa kecil kita yang kurang mengenakkan itu, tapi aku selalu memperhatikanmu. Jadi tentu saja aku mengetahui kebiasaanmu.”
DEGGG
A.. Apa? Maksud perkataanya?
Dia.. Apa?! Memperhatikanku?
“Ya, apakah hal ini yang ingin kau ucapkan dalam waktu satu menit penuh itu?” Sial, aku sendiri juga bisa mendengar bahwa suaraku bergetar.
“Bukan. Yang ingin kuucapkan jauh lebih penting.” Ujarnya tenang.
Untuk sesaat aku merasa, aku ingin kalah. Aku ingin mendengar hal yang ingin ia ucapkan itu.

Bisakah?
“Haksengdeul.” Aku menoleh cepat ke arah pintu dan melihat songsaengnim telah muncul sambil membawa 2 kertas yang telah selesai ia periksa. Karena aku bisa melihat tinta merahnya menembus sampai bagian belakang kertas.
“Kalian benar- benar luar biasa. Lihat hasil ini..” Saem menyodorkan dua kertas ke arah kami dengan wajah penuh semangat.
“Kalian hanya salah 1 dan salah di soal yang sama. Atau mungkin soal tersebut yang bermasaah? Kemungkinan seperti itu tetap ada bukan?”
“Jadi?” Ucapku dan namja itu berbarengan.
“Saem sudah mempertimbangkan. Dan rupanya kepala sekolah juga menyetujuinya. Bagaimana jika kalian berdua saja yang mewakili sekolah dalam Olimpiade Matematika itu?” Sekali lagi saem bertanya. Raut wajahnya benar- benar tidak ternilai. Terlalu bersemangat dan berbinar.
Oh God!
_______
Aku menyusuri lorong kelas, berniat melangkahkan kakiku untuk pulang. Namja itu berjalan tidak jauh dariku.
“Hey, jadi bagaimana perjanjiannya?” Akhirnya ia bersuara dan menanyakan hal yang sedari tadi juga kupikirkan.
“Dikarenakan kita berdua sama- sama lolos. Bagaimana jika kita sama- sama mengabulkan permintaan itu?”
“Suaramu pelan. Kau sedang menekan gengsimu yah? Wah, jadi kau benar- benar ingin tahu apa yang ingin kuucapkan. Daebakkk” Aku membelalakan mata dan menatapnya garang, seenaknya saja ia menyimpulkan.
Namja itu terkekeh, kemudian kembali bersuara.
“Tidak buruk juga, kau duluan. Hal apa saja yang kau ingin tuk ku kabulkan.” Ujarnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ada 3 hal.”
“Whoaa.. Too much. Apakah salah satunya kau ingin menghajarku lagi karena kau sekali lagi tidak bisa melewatiku? Walau sekarang taraf kita sama, tapi kau tetap tidak bisa mengalahkanku kan?”
“Ckkk.. Shut up! Bukan itu, bodoh.”
“Siapa disini sebenarnya yang bodoh, huh?” Balasnya sengit. Dia ingin ribut?!
“Aku hanya ingin membalasnya karena kau pernah memanggilku bodoh!”
“Ya terserah padamu lah. Lanjutkan pembicaraan kita sebelum terpotong ribut tidak jelas ini.” Ujarnya sambil mengibas- ngibaskan tangannya ke udara. Uh! Membuatku kesal saja.
Kutarik napas panjang- panjang dan mulai melanjutkan ucapanku yang terpotong tadi.
“Hal pertama, uhmm…”
“Mwo?”
“Bisakah? Kita belajar bersama?” Aku menutup mataku cepat. Tidak sanggup melihat ekspresinya.
“Boleh saja.” Aku membayangkannya akan tertawa atau malah mengejekku, tapi mengapa dia malah menyetujuinya secepat dan semudah itu.
“Ah maksudku, aku merasa peningkatan ketika… Uh! Jangan sombong dulu. Maksudku begini. Belajar yang dimaksudkan disini, bukan kau harus mengajariku. Tapi begini, duh.”
“Hey, santai saja. Tidak usah panik begitu.” Ujarnya yang entah mengapa sudah berada di sebelahku dan mengusap puncak kepalaku.
Mungkin maksudnya ingin menenangkanku, tapi mengapa yng kurasa malah sebaliknya.
Aku makin gugup, bodoh!
“Aku ingin melanjutkan kegiatan sehari- hari kita sampai hari Olimpiade. Mengerjakan soal- soal tiap pulang sekolah, dan bersaing menyelesaikannya terlebih dahulu. Metode belajar seperti itu, sangat membantuku. Dan aku, membutuhkanmu.” Terangku pada akhirnya. Uhh aku dapat merasakannya, wajahku memanas. Malu sekali!
Aigoo kyeoptaaaa.” Dia mencubit sisi kanan pipiku dan terkekeh pelan.
Aku terkejut, tentu saja. Dia itu mudah sekali berubah- ubah? Sedetik sebelumnya dia sangat menyebalkan, kemudian sangat manis, lalu menjadi dewasa. Namja ini benar- benar tidak bisa dibaca.
“Sesulit itukah untuk berkata jujur, hmm? Kau hanya perlu meminta pertolonganku saja. Hakyung-ah, kau memiliki gengsi yang sangat tinggi.”
Ya! Aku tidak perlu dia memperjelas hal itu.
Shut up your mouth!” Dengusku sambil menatapnya tajam.
“Arraseo. Satu permintaanmu terkabul. Kita bisa memulainya besok, bagaimana? Berhubung olimpiade sekitar 2 minggu lagi.” Tawarnya yang hanya dibalas anggukan ringan dariku.
“Permintaanmu yang selanjutnya.”
Aku menarik napas panjang. “Aku ingin bertanya.” Uh, tunggu. Haruskah aku menanyakannya? Jujur saja aku penasaran, tapi di sisi lain aku tidak ingin mengetahui jawabannya.
Aku hanya takut. Takut mendengar jawabannya. Takut jika alasan sebenarnya mengapa ia menciumku membuatku terluka.
Tapi memangnya apa yang kuharapkan?
Lupakan! Aku tidak jadi bertanya. Untuk apa aku mengungkit hal bodoh itu lagi.
Hal bodoh yang entah karena alasan apa selalu saja bersarang di otakku bagai virus. Aku sama sekali tidak bisa melupakannya sebarapa ingin aku mencobanya.
GREPP
Mataku membulat sempurna dan menoleh ke arah tangan kananku yang digenggam seseorang.
Namja ini dengan santainya menoleh dan tersenyum miring ke arahku.
“Tanganmu dingin, aku hanya berusaha membagi sedikit kehangatan saja. Aku jadi penasaran pertanyaan apa yang ingin kau tanyakan sampai membuatmu risau begini?”
Ya, dan dia benar. Bahkan bukan hanya tanganku. Hatiku sekarang terasa jauh lebih hangat. Dan aku ingin tidak berminat melepaskan tangannya juga. Tapi bukankah ini memalukan?
“Lepaskan tanganku.” Ya, namja ini benar. Gengsiku memang terlalu tinggi.
“Tidak..”
“Terserah padamulah.” Kemudian kulihat senyum kemenangan terukir di bibirnya. Apakah dia merasa menang karena hal ini? “Pertanyaanmu?” Lanjutnya.
“Aku tidak jadi bertanya.” Aku berkata dengan santai sambil membelokan tubuhku untuk menuruni anak tangga.
“Ya! Jangan membuatku penasaran atau kau akan kuhukum, Hakyung-ah.” Aku mendengus pelan, dia mau menghukumku?
“Bagaimana jika aku menciummu lagi? Sebagai hukumanku?” Sengitnya membalas pertanyaan di pikiranku yang bahkan tidak aku ucapkan.
“YA!! Jangan membahas hal itu lagi!” Jeritku seraya berusaha melepas tanganku yang terkunci di dalam genggaman tangannya. Ciuman? Uh membuatku frustasi!
“Ya, Hakyung-ah. Jangan- jangan.. Hal yang ingin kau tanyakan berhubungan dengan ciuman saat itu? Apa kau ingin mengetahui alasan mengapa aku menciummu?”
BINGO! Aku terdiam. Apakah dia cenayang? Tebakannya tepat sekali.
Aku menghentikan langkahku.
“Ternyata memang itu. Akan kujawab. Sebenarnya, aku menciummu saat itu karena aku ingin membalas dendam. Kau ingat, kau pernah menghajarku di masa lalu.”
“M…. Mwo?” Ternyata memang itu yah. Ternyata memang benar, lebih baik aku tidak tahu alasannya. Aku tidak ingin mendengar sesuatu yang dapat membuatku terluka. Terkadang ketidak tahuan lebih baik pada kasus seperti ini.
Aku menarik tanganku secara kasar. Aku tidak ingin melihatnya, aku sangat membencinya.
Tapi seakan melarangku melepaskan diri, genggaman tangannya terasa makin erat. Benar- benar membuatku frustasi.
“YA!” Aku membentaknya, namun tetap saja air mata tetap terjatuh begitu saja tanpa bisa menahannya sedikit lebih lama. Aku tidak ingin menangis dalam keadaan ini, apalagi di depannya.
______
Sehun’s PoV
Mataku terbelalak sempurna ketika melihat air mata jatuh dari pelupuk matanya.
Mengapa ia menangis?
Tanpa sadar aku telah menariknya dan memojokannya di dinding belakangku. Kemudian menguncinya dengan kedua tanganku di kedua sisinya.
“Wae? Mengapa kau menangis?” Yah, bahkan aku bisa mendengarnya. Nada suaraku yang tajam dan mengintimidasinya.
“Apa mungkin kau menangis karena jawabanku barusan?” Ya, itu kemungkinan terbesar. Aku tahu, aku tidak menjawab yang sebenarnya barusan. Aku berbohong karena aku merasa gengsi.
Dan aku menyesal sekarang. Mungkinkah perasaanya padaku sama seperti perasaanku padanya? Sehingga membuatnya…. Terluka dengan jawabanku?
Tanpa pikir panjang aku merengkuh tubuh mungilnya dalam dekapanku. Tidak, aku tidak ingin kehilangannya hanya karena gengsiku.
“Kim Hakyung, dengarkan aku. Semenit yang ingin kuucapkan akan kumulai. Semenit ini kau harus mendengarkanku dengan baik. Karena waktu ini milikku. Aku ingin melepas segala gengsiku, maka kaupun harus melakukan hal yang sama.”
Aku menarik napas panjang. Dia masih terdiam di dalam pelukanku.
“Aku tidak menciummu karena dendam atau apapun yang kuucapkan tadi. Aku menciummu karena…. Karena aku ingin menciummu. Kau orang pertama yang pernah menghajarku, kau orang pertama yang pernah kucium. Dan kau juga orang pertama yang menarik perhatianku. Dan kurasa perasaan ini telah hadir sejak dulu, sejak yeoja kecil bernama Kim Hakyung selalu menatapku dengan pandangan kesal dan sengit. Saat yeoja kecil itu menghajarku ketika kenaikan kelas. Kemudian yeoja kecil itu bertumbuh menjadi yeoja yang manis dan cantik. Dan masih menatapku dengan pandangan yang sama seperti dulu. Kau berbeda dan kau menarik. Hidupku jauh lebih menarik ketika kau hadir di sekelilingku.” Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya jauh ke dalam matanya, berusaha meyakinkannya bahwa yang kuucapkan ini sungguh- sungguh.
“Aku menyukainya, yeoja bernama Kim Hakyung. Menyukai cara dia menatapku, berbicara denganku, bertengkar denganku. Menyukai kepribadiannya yang terkadang menyebalkan, dan menyukai caranya yang unik dalam memanggilku. Yeoja yang tidak pernah sekalipun memanggil namaku.” Aku tersenyum tulus. Dia harus tahu, aku benar- benar tulus. Perasaanku padanya.
Perasaan yang aku ingin mempertahankannya sampai akhir. Mungkin, karena dialah cinta pertamaku dan harus menjadi cinta terakhirku.
“Bolehkah aku bertanya? Permintaanku yang ketiga.” Jawabnya singkat. Aku bisa merasakannya, hatiku berdebar dengan sangat kencang. Seakan- akan sedang menunggu hasil pengumuman kelulusan. Bahkan lebih parah dari itu.
“Bolehkah aku juga menyukaimu?” Tanyanya polos sambil tersenyum dengan cara yang tidak pernah kulihat. Sangat manis. Dan senyumnya itu seperti candu bagiku. Aku ingin melihatnya lagi.
Dan apa yang dia ucapkan tadi benar- benar membuatku seakan melayang.
Dia menyukaiku. Dia menyukaimu, Oh Sehun!

_______
Hakyung’s PoV
“Bolehkah aku juga menyukaimu?” Kata- kata itu meluncur bebas dari dalam mulutku seakan tidak ada yang dapat menghentikannya. Kata- kata yang berasal dari dalam hatiku. Perasaanku yang baru saja kupahami maksudnya beberapa saat yang lalu.
Mungkin aku pintar? Tapi aku sangat lamban dalam memahami hal seperti ini. Tapi aku bersyukur, karena pada akhirnya aku bisa memahaminya. Dan saat aku memahaminya waktuku belum terlambat.
Aku takut kehilangannya jika aku terlambat.
Tunggu, seperti katanya tadi. Dalam satu menit ini aku harus melepas gengsiku, kan? Satu menit itu belum berakhir.
Namja itu berdeham kecil. Kemudian kembali bersuara,
“Kau tidak perlu bertanya lagi, karena jika kau tidak menyukaiku pun aku akan membuatmu menyukaiku. Karena kau adalah milikku.”
Aku baru hendak mengucapkan sesuatu. Tapi telunjuk terarah ke bibirku menyuruhku untuk diam.
“Dan satu lagi sebelum satu menitku berakhir. Bisakah kau memanggil namaku? Sekali saja?”
Kemudian aku tersenyum kecil. Sehun, Oh Sehun. Namanya Oh Sehun. Nama yang tentu saja tidak akan pernah aku lupakan lagi.
“Sehun-ah…”
Aku mengangkat wajahku dan menatapnya. Dia tersenyum dengan sangat tampannya. Namja ini benar- benar tampan.
“Kau tahu? Selama ini aku selalu berpikir tidak masalah jika kau tidak ingin memanggil namaku. Tapi aku tidak ingin berpikir seperti itu lagi, caramu memanggil namaku benar- benar sesuatu yang berbeda. Menarik. Dan aku ingin mendengarnya setiap hari. Jadi bersiaplah! Jika kau memanggilku dengan ‘Ya!’, ‘Namja sialan’ , atau apapun. Aku akan menghukummu.”
“Oh Sehun, babo. Dengarkan baik- baik yah. Sebagai pacar aku akan malu jika tidak pernah memanggil nama pacarnya sendiri. Jadi Sehun-ah, aku juga akan belajar memanggil namamu sebanyak yang kau mau!” Ujarku ketus.
“Satu menit telah berakhir yah? Eh…. Tunggu. Sebagai pacar? Jadi kita pacaran sekarang?” Dia!! Masih saja. Ah aku tidak peduli. Kutendang kakinya keras- keras dan berjalan lurus menuruni sisa anak tangga.
“Ya! Jangan marah, nae yeoja chingu!”
________
“Hey, aku ingin tahu. Saat test, mengapa kau salah di soal yang bobot soalnya sama dengan soal yang kuajarkan saat itu?” Tanyaku penasaran saat aku berjalan ke arah parkiran dengannya di suatu sore. Berencana ingin pulang bersama.
“Karena aku tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Jujur saja saat itu aku tidak tertarik mendengar ajaranmu. Wajahmu lebih menyita perhatianku.” Jawabnya santai seraya meminum colanya.
“Ya! Kau membuatku membuang- buang tenagaku.” Erangku dan melancarkan death glare ku padanya.
“Bagaimana denganmu? Bukankah kau salah di soal yang sama?”
“Aku.. Aku tidak mengingatnya lagi. Soal macam itu lagi membuatku teringat akan ciuman –Ah sudahlah!”
“Kau ingin melakukannya lagi?” Tawarnya sambil menatapku jahil.
“Dasar bodoh.” Dengusku malas. Jangan mulai membuatku kesal, Oh Sehun.
“Siapa yang kau sebut bodoh, huh?” Balasnya sengit.
“Kau makhluk terbodoh yang pernah kutemui, Oh Sehun!”
“Tapi kau menyukaiku kan? Jadi tak masalah. Lagipula kau belum pernah benar- benar bisa melewatiku.”
Uh!
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar