Author : Hyuuga Ace
Main Cast :
Kim Hakyung (OC)
Oh Sehun
Support Cast : Kim Jongin /
Kai, Kim Junmyun / Suho, Han Mirae (OC)
Genre : Romance, School Life
Rating : PG-15
_______
Hakyung’s
PoV
“Kyung-ah, kau dapat tempat pertama
lagi!” Pekik seseorang yang kuyakin baru saja datang dan langsung mengambil
tempat di sebelahku.
“Hmm.. Bukankah seharusnya memang
begitu?” Aku tersenyum kecil dan melanjutkan membaca komik shoujo yang
baru saja dibelikan oppaku.
“Tentu saja.” Mirae –sebut
saja itu namanya, tertawa kecil sembari melirik komik yang sedang kubaca.
“Ah! Namida Usagi? Kau sudah
baca sampai volume berapa? Kau tahu akhirnya sangat romantis, Momoka dan-”
“Stop! Chingu-ya, bisakah kau
berhenti membacakan spoiler cerita padaku?” Ujarku malas. Bukankah jika kau
sudah mengetahui akhir dari cerita yang belum selesai kau baca akan membuatnya
tidak menarik lagi?
“Ah mian. Eh, Kyung-ah. Kau tahu?”
Tanyanya ambigu yang hanya membuatku mendengus pelan.
“Tidak.”
“Ya! Serius. Begini, kau tahu kan
sekolah kita menerima 2 orang murid baru?” Tanyanya penuh semangat, walau aku
tidak melihat wajahnya –karena terlalu terfokus dengan komik yang sedang
kubaca, tapi aku yakin dia bertanya dengan wajah berbinar, penuh antusias. Dan
aku yakin murid baru itu salah satunya, mungkin juga keduanya adalah namja.
Dan, tampan.
Mirae, sahabatku yang amat terobsesi
dengan namja- namja tampan. Katanya, ‘Mataku perlu melihat namja- namja
tampan, agar tetap sehat.’
Dan biasanya aku hanya menarik napas
panjang dan mulai mengabaikannya. Ya, perlu dicatat. Aku tidak begitu tertarik
dengan hal berbau namja dan cinta. Yang selalu kupedulikan adalah bagaimana
agar oppaku selalu membelikanku komik baru. Kkkk.. Aku terbiasa menikmati
adegan romance di dalam komik yang kubaca, tidak pernah sekalipun
merasakannya dalam kehidupan nyata, jadi aku tidak begitu memperdulikannya.
“Dan kau tahu? Mereka berdua adalah
namja! Dan yang lebih penting lagi mereka berdua sama- sama tampan luar biasa!
Bahkan ketampanan mereka melebihi Takahiro Narumi!” Ya, Takahiro Narumi adalah
nama tokoh utama dalam komik Jepang atau biasa kita sebut manga yang sedang
kubaca ini. Dan dalam gambar pun, yang namanya Narumi ini memang tampan sekali.
“Arraseo…” Aku hanya membuang napas
panjang terkesan malas menanggapinya, dan kemudian meliriknya sekilas. Dan
pemandangan yang tersaji dihadapanku adalah, Mirae menatapku dengan pandangan
penuh keirian.
Ada yang salah?
“Wae? Ada yang salah?”
“Eoh! Mereka berdua sama- sama masuk
ke kelasmu. Kelas favourite dengan anak- anak pintar.”
“Geurom? Apa perlu kau iri padaku?”
Tanyaku sambil membalik halaman komik yang berada di tanganku.
“Tentu! Tidak banyak orang tampan
yang bersekolah di tempat ini. Dan mengapa sekalinya kita kedatangan namja
tampan, mereka harus sekelas denganmu? Jika dia di kelasku tentu saja mataku
akan sehat dan semakin semangat belajar. Huaaaaa….” Rengeknya yang membuatku
lagi- lagi menarik napas panjang. Melelahkan juga.
“Mungkin karena mereka pintar. Dan
sebenarnya aku tidak mengerti, darimana kau tahu mereka itu tampan? Kau pernah
bertemu dengan mereka?”
“Aku melihatnya hari Sabtu
kemarin, saat aku harus datang ke sekolah untuk kegiatan ekstrakulikuler.
Mungkin mereka sedang melengkapi data- data. Sehingga harus datang ke sekolah
di hari Sabtu.”
“Oohh..”
“Tapi Kyung-ah, walau mereka tampan
seperti pangeran. Mereka tidak akan menyaingi kepintaranmu,kan?”
“Tentu saja!” Aku menutup komikku
dan memasukannya ke ransel coklat kesayanganku kemudian merapikan rokku,
bersiap beranjak dari taman sekolah tempatku sedari tadi berdiam diri membaca
komik.
“Mirae-ya, aku ke kelas dulu.”
“Eoh.”
“Kau tidak berangkat? Apa yang kau
tunggu?”
“Aku ingin melihat 2 anak baru itu
secepatnya, aku akan berangkat ke kelas ketika mereka berdua telah melewati
tempat ini.” Aku menggeleng pelan, benar juga. Taman ini menghadap ke lapangan.
Tentu saja, orang- orang yang baru datang akan melewati lapangan dan akan
terlihat dari taman ini.
“Arraseo.”
_______
Aku melangkahkan kakiku santai
melewati koridor kelas yang cukup lebar. Hanya beberapa langkah lagi aku akan
menyentuh pintu kelasku.
Tiba- tiba bola mataku menangkap
sesuatu yang ganjil.
Aku mengerjap beberapa kali.
Memastikan mataku menangkap sesuatu yang nyata, bukan ilusi.
Bukankah dia itu?! Siapa namanya?
Aku juga lupa.
Sainganku saat di Elementary
School! Saat aku duduk di kelas 4. Dia satu- satunya orang yang pernah
mengacaukan rekorku.
Rekor dimana aku selalu diam di
peringkat pertama!
Ya, aku tidak mungkin lupa.
Dia itu namja yang menjadi murid
pindahan saat aku kelas 4 dan kemudian aku menjalani hari- hari sengit
bersamanya selama hampir setahun. Karena nilai ulanganku selalu saja tepat
dibawahnya. Sampai kemudian, posisiku direbut olehnya, yang menjadikanku duduk
di peringkat 2.
Uh! Aku bahkan ingat, aku langsung
memukulinya sekencang mungkin setelah mengetahui hasil peringkat. Dan karena
aku memukulinya, aku langsung digiring wali kelasku ke ruang BK dan untuk
pertama kalinya aku dihukum!
Ya, namja yang setelah itu
menghilang lagi.
Mataku tidak pernah melihatnya lagi
setelah itu, mungkin dia pindah sekolah lagi. Sampai hari ini, dia berdiri
tidak jauh di hadapanku.
Dan memandangku… Memandangku penuh
penghinaan!!
Tatapannya…
Dia.
Merendahkanku.
Sial!!
Siapapun namanya, aku benar- benar membencinya.
Aku tidak ingin bertemu lagi
dengannya! Bertemu dengan namja menyebalkan yang mematahkan rekorku.
Kemudian ketika dia mengehentikan
langkahnya sekitar 1 meter di depanku, mataku membulat sempurna.
“Na, wasseo. Tidakkah kau
merindukanku?” Rasanya otakku terasa panas ketika kemudian ia tersenyum miring.
Aku menarik napas panjang dan
membuangnya kasar. Dan menatapnya penuh kebencian. Mungkin jika digambarkan
dalam komik, mataku sudah mengeluarkan laser.
“Aku tidak mungkin merindukan
seseorang yang bahkan namanya saja aku lupa.” Kemudian aku melanjutkan jalanku,
berusaha tidak menggubrisnya lagi. Dia telah mengacaukan moodku.
“Ya! Bukankah kau tidak pandai dalam
menghafal nama orang lain, huh?”
Aku menghentikan langkahku, lagi.
Melihat ke sekelilingku, sudah banyak orang berkumpul dan melihat ke arah kami.
Aku benar- benar ingin memukulnya
lagi, terlebih ketika mendengar bisikan- bisikan orang- orang yang berkumpul
itu.
“Jadi, ada sesuatu yang Hakyung
tidak kuasai?”
“Dia tidak pandai dalam menghafal
nama? Yang benar saja!”
“Jangan- jangan dia tidak tahu
namaku. Padahal aku selalu sekelas dengannya.”
“Jadi orang yang memiliki ingatan
dalam pelajaran sesempurna itu. Tidak dapat menghafal nama orang lain?”
Kuhentakkan kakiku keras- keras,
mencoba mengingatkan orang- orang itu bahwa orang yang mereka bicarakan masih
disini.
SIAPAPUN
NAMAMU, TOLONG JANGAN KEMBALI HANYA UNTUK MENGACAUKAN HIDUPKU LAGI!
_____
Sehun’s
PoV
Kim Hakyung. Yeoja ini telah tumbuh
dewasa. Dia jauh lebih manis dan cantik dibanding dulu.
Dibanding dulu? Ingatan menyebalkan
itu kembali menyerangku. Ingatan akan yeoja mungil yang menghajarku habis-
habisan karena aku mendapat peringkat satu saat itu. Dan aku hanya dapat
menatapnya shock dan tidak sedikit pun menahan serangannya. Ya, aku tahu
dia selalu membenciku saat itu. Tapi aku tidak berpikir dia akan sampai
sefrontal itu menyerangku.
Aku kembali ke Korea dan langsung
mencari tahu dimana yeoja ini bersekolah.
Dan setelah kuketahui dia bersekolah
disini. Tanpa pikir panjang aku juga langsung mendaftarkan diri disini.
Jika kau bertanya alasan? Aku
memiliki 2 alasan.
Pertama,
aku ingin membalas dendam. Bagaimanapun aku merasa hina dipukuli oleh seorang
yeoja di masa kecilku.
Dan kedua,
aku ingin masa- masa Senior High School ku menarik. Aku tahu yeoja itu bisa
membuat kehidupanku lebih menarik.
Seperti saat ini, mungkin saja dia
tidak pandai mengingat nama. Karena sejak dulu juga seperti itu, dia tidak
pernah memanggil namaku. Sekalipun.
Tapi bukankah dia bisa membaca? Aku
memakai name tag di bagian seragamku.
Jelas- jelas disitu tertulis,
Oh Se Hun
Sebegitu kalapnya kah dia bertemu
lagi denganku sehingga tidak memperhatikan hal tersebut?
Atau mungkin dia tidak pernah ingin
memanggil namaku?
Tapi aku cukup bersyukur, walau dia
tidak mengingat namaku. Tapi dia mengingatku. Karena tatapannya padaku masih
sama seperti tatapan yeoja mungil yang kutemui lebih dari 5 tahun yang lalu.
____
2 minggu berlalu dan dia masih saja
menatapku penuh kebencian. Tapi tak apa, entah mengapa aku tidak sakit hati
melihat tatapan itu.
Aku justru
merasa.. lucu?
“Haksengdeul! Sebelum pelajaran
berakhir, ada sesuatu yang ingin saem sampaikan. Apakah kalian mengingat
olimpiade Matematika yang selalu siswa kelas 3 ikuti di setiap tahunnya?”
“Neee.. Tahun lalu Kim Jong Dae
sunbaenim yang terpilih, kan?” Sahut seseorang secara random.
“Tahun ini, kami guru- guru telah
memutuskan untuk menyeleksi 2 orang untuk mengikuti olimpiade itu. Bisakah
kalian menebak siapa?”
“Salah satunya pasti Hakyung.”
“Saem. Jangan bertele- tele. Cepat
umumkan saja.”
Kemudian kulirik sekilas dirinya,
yang hanya memberengut di bangkunya. Seperti ada sesuatu yang dia pikirkan?
“Ya, seperti yang kalian tebak.
Salah satu dari 2 kandidat itu adalah Kim Hakyung. Siswa kebanggan sekolah
kita. Namun, ada juga siswa lain yang cukup berprestasi di sekolah sebelumnya.
Nilainya hampir selalu perfect dan dia sangat ahli dibidang Matematika.”
Ku rasa aku mengetahui siapa itu.
Sebisa mungkin aku menahan
senyumanku, tentu saja aku puas. Aku tidak begitu tertarik dengan olimpiade.
Yang sepenuhnya kupedulikan adalah, lagi- lagi aku memiliki kesempatan
melawannya lagi. Bahkan lebih menarik dibanding bersaing meraih peringkat 1.
Kutolehkan kepalaku cepat ke
belakang. Dan benar saja, seperti dugaanku dia juga mengetahui siapa satu orang
lainnya.
Aku menaikan salah satu alisku dan
tersenyum miring. Aku hampir saja tertawa melihatnya yang seakan ingin
menggebrak meja.
“Oh Sehun..” Panggil songsaengnim
yang membuatku menoleh lagi ke depan dan menjawab panggilannya.
“Ne, songsaengnim.”
“Kau tidak keberatan, kan? Berhubung
kau masih baru di sekolah ini.”
“Aniyo, saem. Aku senang bisa
bersaing dengan Kim Hakyung-ssi.” Ujarku dengan nada yang diusahakan sebisa
mungkin untuk tenang, jujur saja dalam hati aku sudah ingin meledak karena
tertawa. Membayangkan wajahnya yang penuh kemurkaan, wajahnya yang sepenuhnya
memerah. Itu pasti lucu sekali.
“Bagus kalau begitu. Mulai besok
sepulang sekolah, kalian akan mengikuti kelas khusus bersama saya. Jadi tolong
persiapkan baik- baik, karena hari olimpiade tidak lama lagi.”
______
Hakyung’s
PoV
WAE?! WAEEEEE? Kenapa harus jadi
seperti ini?!
Mewakili sekolah pada olimpiade
Matematika adalah salah satu impianku. Aku telah menantikannya semenjak kelas
1, karena bagaimanapun yang akan mengikuti olimpiade ini adalah murid kelas 3.
Tapi kenapa?! Setelah kesempatan ini muncul. Aku masih harus bersaing lagi.
Dan yang memperburuknya, aku harus
bersaing dengan namja sialan itu!
Aku membanting tasku asal ke sofa
dan mulai menyalakan tv. Aku memilih channel sebentar dan berhenti di salah
satu acara berita yang menayangkan persiapan Olimpiade Matematika tingkat
Nasional. Dan seketika moodku kembali memburuk.
Mengingat besok aku harus memasuki
kelas khusus tiap pulang sekolah berdua bersama namja itu.
Arghhhhh..
Aku mengacak rambutku frustasi.
“Aigoo.. Hal apa yang membuat
dongsaeng kesayanganku terlihat kesal sampai sejauh ini, huh?”
“Omo!” Aku mengerjap kaget ketika
melihat oppaku yang telah duduk di sampingku sambil menekan remote tv, mungkin
ingin mengganti channel.
Sejak kapan dia disitu? Dan dia
sudah pulang kuliah sepagi ini?
“Oppa, sudah pulang kuliah?”
“Oppa kan hari ini cuti kuliah, kau
tidak ingat?”
“Ah mian. Junmyunie oppa. Eh oppa, kau
mengingatnya tidak?” Tanyaku ambigu yang membuatnya hanya mengerutkan
keningnya.
“Namja yang membuat rekorku hancur.
Namja yang kupukuli saat di Elementary School.”
“Ahh si namja tanpa nama?” Tanyanya
sambil tersenyum jahil. Apa maksudnya?
“Mwo?!”
“Ingatan oppa sangat bagus, Kyungie.
Saat kecil, kau selalu mengadukan namja itu pada oppa, tapi kau tidak pernah
menyebut namanya. Kau mengganti namanya dengan ‘namja sialan itu’ atau ‘namja
menyebalkan’. Kurasa dia tidak punya nama. Hahaha..” Cerocosnya panjang lebar
yang membuatku mendelik malas. Apapun, memangnya aku peduli dengan namanya.
“Eh tapi tunggu, bukankah kau memang
sulit sekali mengingat nama seseorang? Maksudku, orang- orang disekitarmu.
Mengingat nama Han Mirae sahabatmu saja sudah luar biasa, Kyung-ah. Tapi
seharusnya kau mengingat nama namja itu.” Lanjutnya yang membuatku jadi
ikut-ikutan sebal padanya.
“YA! Oppa!”
“Arasseo, lanjutkan ceritamu.”
Aku menceritakan segalanya,
kemunculannya, tentang olimpiade matematika yang sangat kuidam- idamkan,
tentang dirinya yang terus merendahkanku. Dan tak lupa tentang seberapa
bencinya aku padanya. Terkadang ada hal- hal yang tidak bisa kuceritakan pada
Mirae namun dapat kuceritakan pada oppa ku. Seperti hal yang satu ini.
Dan kau tahu? Oppaku hanya tersenyum
dan mengusap puncak kepalaku. Membuatku bingung dengan reaksinya.
“Kyung-ah, terkadang rasa persaingan
itu perlu. Karena dengan bersaing kau belajar untuk melakukan hal yang lebih
lagi. Dan kurasa dia lawan yang baik untukmu.”
“Tapi tetap saja..”
“Dan satu hal lagi, jangan terlalu
membenci seseorang. Karena perasaan cinta banyak bermula dari rasa benci.
Percaya tidak?”
“OPPA!!!” Jeritku frustasi. Mengapa
dia jadi menceramahiku tentang cinta?!
“Oppa kan hanya menasehatimu. Tapi
lebih baik kau berhati- hati dengan namja tanpa nama itu.”
“Aku tidak akan kalah lagi
dengannya!” Bentakku kesal.
“Hey, bukan itu, adikku yang manis.
Maksud oppa, berhati- hati karena mungkin saja dia suatu saat bisa merebut
hatimu untuk pertama kalinya.”
“MALDO ANDWAE!”
________
Kulangkahkan kakiku ke ruang kelas
itu dengan malas. Malas? Tentu saja, bertemu dengan namja itu lagi. Apalagi
secara privat seperti ini benar- benar menyebalkan.
Tapi bagaimanapun ini kesempatanku
lagi. Kesempatan untuk membalas dendamku beberapa tahun yang lalu. Kali ini aku
tidak akan kalah lagi dengannya.
“Hakyung Kim!” Panggil seseorang
dari arah belakang sambil mencoba menepuk punggungku, aku mencoba mengelak dan
akibatnya pungguku terbentur dinding. Uh!
“Whoa,
calm down. I’m just Kai.”
Ujarnya penuh percaya diri. Yang membuatku sedikit kesal, okay i’m not
recognize who is he.
“Kai? Who’s he?”
“You don’t know me?” Shock.
Tapi ini membuatku sedikit bingung. Mengapa juga aku harus mengenalnya?
“You know, i’m new here.”
Lanjutnya.
“Ehm, wait. Kita masih di
Korea, haruskah berbincang- bincang dalam bahasa Inggris?”
“Oh i’m sorry. Aku tinggal
lama di Inggris. Jadi aku terbiasa berbicara memakai bahasa Inggris.”
“Dan ini di Korea.” Potongku cepat.
Aku sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan mengenai kehidupannya.
“Arasseo. Aku baru bersekolah disini
sekitar 2 minggu, tapi kau lihat? Yeoja- yeoja disini mulai menggilaiku. Dan,
kau satu- satunya yang tidak melirikku, kau tahu? Kau bahkan tidak mengenaliku.
Padahal kita sekelas. Dan ini membuatku tertarik.”
“Aku tidak tertarik mengenalmu. Dan
tolong jangan samakan aku dengan yeoja kebanyakan di sekolah ini. Aku pergi.”
Aku melangkahkan kakiku santai meninggalkannya, namun belum jauh aku berjalan
ada tangan yang menarikku kasar.
“YA!!”
“Secara tidak langsung kau telah
menolakku. Dan aku sangat benci ditolak, apalagi oleh seorang wanita.”
“Jadi apa maumu, hah?” Tanyaku tidak
sabar. Aku benar- benar butuh segera meninggalkan tempat ini.
Aku hanya ingin menamparnya ketika
tiba- tiba saja dia menarikku dan aku tahu dia ingin menciumku. Seketika
perasaanku berubah, takut.
Ya, aku takut dengan namja ini. Aku
bisa merasakannya ketika tubuhku mulai gemetar dan air mata hampir saja
menetes.
Seperti kilatan cahaya, seseorang
memukul wajah namja itu dan membuatnya terjatuh ke lantai.
“Bro, she’s mine. The reason why
she’s not interest with you because she’s fall for me. So, please don’t do this
to her!” Suara ini? Terdengar datar, dingin, namun masih bisa mengontrol
amarahnya.
“Uh!” Namja itu meringis pelan, dan
kemudian namja itu segera pergi meninggalkan aku dan seseorang yang menolongku.
Hahh….. namja ini?
“Mian, Hakyung-ah. Jeongmal
mianhae.” Ujarnya sambil menepuk punggungku.
Dan, tunggu. Sejak kapan aku berada
dalam pelukannya?
Tapi ini aneh, pelukannya. Tidak
membuatku marah atau takut seperti yang dilakukan namja bernama pendek tadi.
Pelukannya,
hangat.
______
Sehun’s
PoV
Aku begitu kalap ketika melihat Kai
yang notabene adalah sahabat dekatku, ingin mencium Hakyung. Entahlah, aku
merasakan gejolak amarah yang keluar dari dalam diriku sehingga tidak sadar aku
memukulnya. Dan setelah melakukan itu, aku baru tersadar dan merasakan
penyesalan namun masih marah padanya. Sehingga aku bisa mengkontrol nada
suaraku.
Namun ada yang aneh, aku tidak bisa
mengontrol apa yang kuucapkan atau apa yang kulakukan.
Aku hanya berharap dia tidak
mencerna apa yang kuucapkan tadi.
Karena dia tidak menyadari ketika
kedua tanganku terulur untuk memeluknya, menenangkannya.
Tubuhnya yang gemetar membuatku
merasa lemah dan.. bersalah.
______
“Kai, dia sahabatku. Dia terlalu
banyak menerima adat barat, sehingga membuatnya seperti itu. Tapi tenang saja,
dia tidak akan menganggumu lagi. Aku menjamin itu.” Jelasku saat melihatnya
masih terdiam.
“Aku meminta maaf mewakilkannya.”
Diam dalam keheningan yang cukup
panjang, sampai kami sampai di pintu kelas dan aku bersiap membukakan pintu.
Namun tiba- tiba aku merasakan ada tangan yang menyentuh pergelangan tanganku.
“Ehmmm.. Gomawo telah
menyelamatkanku.” Bisiknya pelan, benar- benar berbisik. Jika kau tidak
mempunyai telinga yang baik, mungkin kau tidak akan mendengarnya.
“Mwo? Kau bilang apa?” Tanyaku
jahil. Menjahilinya sepertinya menarik.
“Gomawo.” Ujarnya masih seperti
berbisik.
” Huh?”
“Apapun! Terserah!” Hentaknya kesal
seraya membuka daun pintu dan masuk ke dalam sambil menggerutu tidak jelas.
“Ya! Dasar pemarah.”
Melihatnya marah- marah jauh lebih
baik. Kemudian aku tertawa pelan, dan menyusulnya ke dalam.
______
Hakyung’s
PoV
Hari- hari terasa lebih menarik
sekarang. Bersaing dengannya tidak buruk juga, walau aku selalu marah- marah
padanya jika dia berhasil mengerjakan soal lebih cepat dariku. Tapi aku juga
senang ketika aku tersenyum puas dan balik meremehkannya ketika aku
menyelesaikan pertama.
Sampai suatu hari saem
memberikan kami soal dengan tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi. Walau
hanya 5 soal, tapi itu luar biasa sulit.
“Saem, harus segera menghadiri rapat
guru. Kalian kerjakan dulu. Jika sudah selesai kumpulkan saja di meja Saem yah.”
Kemudian dia pergi begitu saja.
Aku mencoba mengerjakannya, namun..
Uh! Soal macam apa ini?!
Aku mencoba mengerjakan soal
lainnya. Hanya 2 dari 5 soal yang berhasil kujawab. 3 soal, Kim Hakyung. Kau
mengosongkan 3 soal! Aku mencoba mendinginkan kepalaku dengan menaruh kepalaku
di atas meja. Biasanya ini berhasil. Kemudian ketika aku menutup mata untuk
mencari jawaban yang tepat. Suaranya kembali mengangguku.
“Kau tidak berniat menyerah dan
kemudian pergi tidur kan?”
Ckkk.. Siapa juga yang ingin tidur?
“Ani.. Aku sedang mencari
inspirasi.” Ujarku cepat seraya membuka mataku dan melihatnya masih serius
mengerjakan soal tanpa menoleh ke arahku sama sekali.
“Apakah kau berhasil mengerjakan
semua soalnya?” Tanyaku ketus. Aku yakin dia juga tidak lebih baik dariku.
Kemudian dia menoleh ke arahku dan
tersenyum dengan senyuman yang begitu manis dan tulus, aku tidak merasakan
senyuman ejekan atau meremehkan darinya. Dan ini membuatku sedikit…. Gugup?
“Aku berhasil mengerjakan 4 dari 5
soal.”
Aku terbatuk kecil dan mengangkat
kepalaku dari atas meja, melihat ke lembar jawabannya.
“Soal yang tidak bisa kau kerjakan,
itu mudah sebenarnya.” Aku berdeham kecil dan kembali menatapnya. Menatap namja
yang juga sedang menatapku dengan pandangan yang, aneh. Bukan aneh dalam artian
konotasi. Yang aku juga tidak mengerti maksudnya.
“Maukah kau mendengar sudut
pandangku dalam mengerjakan soal ini?”
_____
Sehun’s
PoV
“Maukah kau mendengar sudut
pandangku dalam mengerjakan soal ini?” Dia menawarkan bantuannya. Untuk yang
pertama kali.
Kemudian menatapku dengan pandangan
lain, bukan tatapan kesal atau tatapan sengit penuh persaingan.
Namun tatapan lembut.
1..2..3..4.. Aku merasakan degup
jantungku berpacu lebih cepat. Uh! Sebenarnya aku ini kenapa?
Kemudian aku hanya mengangguk dan
kemudian dia menggeser kursinya menjadi jauh lebih dekat ke arahku dan mulai
menjelaskan soal itu padaku.
Aku tidak bisa menangkap
penjelasannya dengan baik. Mengingat posisi kami yang begitu dekat dan entah
karena apa. Kedua mataku hanya ingin melihat wajahnya.
Kim Hakyung, dia…. cantik sekali.
Tidak hanya cantik, dia manis
sekali. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam dibiarkan tergerai, membuatku
ingin sekali menyentuh rambutnya dan menghirup aromanya.
Saat aku masih memperhatikannya
tiba- tiba saja dia menoleh ke arahku dan.. Uh! Aku tahu posisi kami sekarang
aku tertangkap basah sedang memperhatikannya.
Aku sudah siap menerima bentakannya,
namun diluar ekspetasiku, dia diam saja dan hanya ikut menatapku balik.
Membuat kedua bola mataku tidak bisa
lepas dari mata teduhnya.
Sial! Mengapa tiba- tiba aku
memiliki keinginan untuk menciumnya, yah? Maksudku di jarak sedekat ini dan
wajahnya yang, tunggu –
Di kedua sisi pipinya dapat kulihat
semburat merah. Mungkinkah dia?
DEG
DEGG
Ya! Oh Sehun apa sadarlah! Hey!!
Tapi, ah
aku tidak tahu lagi.
_______
Hakyung’s
PoV
Ada apa denganku? Mengapa rasanya
seluruh sel dalam tubuhku seakan berhenti bergerak. Tubuhku kaku dan segala
sesuatu yang dapat kulakukan hanyalah terjebak di dalam bola matanya.
Tunggu, jantungku juga bekerja tidak
normal. Jika manusia normal jantungnya akan berdetak 70- 80 kali per menit.
Mungkin sekarang detakan ini melebihi 100 kali per menitnya, dan tolong!
Apa yangg akan dia lakukan dengan
memajukan wajahnya jauh lebih dekat lagi?!
Sampai- sampai hidung kami bisa
bersentuhan.
Di komik- komik shoujo yang sering
kubaca, bukankah akhir dari adegan ini adalah..
KISSING?!
Dan payahnya kenapa aku tidak bisa
mengelak, aku bisa saja menarik wajahku atau memalihkan wajahku kemana saja
asal tidak kembali ke wajahnya.
Namun tatapan matanya seakan mengintimidasi
dan mengurungku disana.
Begitu… Menghipnotisku.
Ketika bibirnya menyentuh bibirku,
aku merasakan ada sensasi aneh dalam diriku. Seakan tubuhku siap untuk melayang
dan meledak di atas awan.
Tiba- tiba saja namja itu menarik
dirinya cepat, terlalu cepat sehingga kursi yang ia duduki berdecit karena
bergeser ke samping
“Mi.. Mian.” Ujarnya kaku sambil
menunduk.
“Ini salahku.” Ucapannya
menyadarkanku akan kenyataan yang sebenarnya.
Kim
Hakyung! Kau bodoh sekali!
Ya, tentu saja. Semua ini salah.
Kami bahkan tidak saling mencintai, tapi dia menciumku.
Dan bodohnya, aku tidak menolak!
Atau setidaknya mengelak.
Tiba- tiba saja mataku terasa panas.
Aku juga tidak tahu alasannya, hanya saja aku hanya ingin menangis.
Dan benar saja, ketika perasaanku
mengatakan aku ingin menangis. Satu tetes air mata lolos begitu saja dan
kemudian disusul oleh yang lainnya.
Aku menginggit bibirku dan mengambil
tasku. Berlari keluar kelas meninggalkan namja itu.
Aku tidak ingin melihatnya lagi.
Namja itu!
Dia mengejarku dan memanggil namaku.
Aku menyadari hal itu, tapi entah mengapa aku tidak ingin menoleh ke belakang
dan melihatnya.
Namja itu!
Aku benar- benar membencinya!
____
Sehun’s
PoV
Yeoja itu, Kim Hakyung. Aku tahu dia
marah padaku. Dan mungkin dia layak melakukan itu.
Jujur saja, aku merasa sangat
bersalah atas peristiwa 3 hari lalu. Perasaan bersalah itu sangat menyiksaku.
Namun ada sesuatu yang lebih menyiksa dibandingkan perasaan bersalah.
Ketika melihatnya menjauhiku.
Dia tidak pernah lagi mengikuti
kelas tambahan, alasan yang diberikannya pada saem adalah dia lebih suka
belajar sendiri.
Ada suatu pemikiran yang mengangguku
belakangan ini, mungkin jika kau mendengarnya terasa lucu.
Aku merindukan saat- saatku
bersamanya. Ribut, bersaing, saling meremehkan, dan saat dia mengajariku
terakhir kali.
Merindukan tatapan matanya yang
penuh kekesalan padaku, merindukan sengitnya saat dia melawanku setiap pulang
sekolah di kelas khusus. Dan yang paling kurindukan adalah, caranya
memanggilku.
Sekalipun aku tidak pernah mendengarnya
memanggil namaku. Dia mungkin satu- satunya orang yang setiap hari berbicara
denganku tapi tidak pernah memanggil namaku. Dan anehnya aku tidak pernah
mempermasalahkan hal itu, karena aku menikmatinya. Karena aku terbiasa dengan
keadaan itu.
Sesuatu yang membuatnya berbeda.
Tidak, dia memang berbeda. Dia sangat berbeda dengan yeoja kebanyakan.
Aku baru saja menyadarinya sekarang,
mungkin saja aku tertarik padanya sudah sejak lama. Sejak pertama kali aku
bertemu dengannya di kelas 4 Elementary School. Dan mungkin perasaan itu
terpendam selama lebih dari 5 tahun, sampai aku bertemu sosoknya yang sudah
bertumbuh dewasa. Sampai waktunya aku tersadar bahwa aku merasakan sesuatu yang
lain padanya.
Kim
Hakyung, aku menyukainya.
______
Hakyung’s
PoV
Sudah berapa hari aku
menghindarinya? Mungkin 4? Namja sialan itu benar- benar mengacaukan hidupku.
Kau tahu? Bahkan sekarang aku tidak
bisa mengenali diriku sendiri.
Aku tidak ingin melihatnya lagi,
tapi aku merindukannya. Uh! Mengakui hal ini dalam otakku saja membuatku sebal.
Tapi ini kenyataan.
Mungkin..
Mungkin aku terbiasa dengan
kehadirannya. Ya, ini benar. Aku hanya terbiasa, sehingga jika dirinya tidak
ada aku merasa ada sesuatu hal yang hilang.
Aku terbiasa bertengkar dan bersaing
dengannya. Setiap hari pasti ada saja momen saling bertengkar mempermasalahkan
hal- hal bodoh antara aku dan dirinya. Tunggu… Hal- hal bodoh? Ini pertama
kalinya aku berpikir Matematika adalah hal yang bodoh.
Dan, untuk pertama kalinya juga. Aku
tidak begitu terfokus pada Olimpiade Matematika yang sangat ingin kuikuti itu.
Ada suatu hal yang lebih penting, bertemu dan bersaing dengannya.
Ah sial! Perasaan macam apa ini?!
Otakmu dan egomu menyuruhmu tetap menghindarinya, namun hatimu berkata hal
sebaliknya.
DUAKKK
“Ahhh appo!” Aku meringis, tentu
saja sakit. Aku menabrak sesuatu. Pintu kelas? Aku melihat sekelilingku dan..
Kenapa aku bisa sampai disini?!
Maksudku tadi kan ingin datang ke
kelas Mirae dan mengajaknya pulang bersama. Tapi mengapa kakiku malah melangkah
ke kelas khusus?
Ah ini semua karena aku memikirkan
namja sialan itu. Eh tunggu? Memikirkan? Ahh tidak sudi!
Aku membalik tubuhku bersiap- siap
akan pergi.
“Kau merindukanku, yah?”
Cih, suara
itu lagi. Bahkan dalam khayalan pun aku tidak ingin mendengar suaranya!
Mana mungkin
aku merindukan namja sialan itu!
“Ahh ternyata kau benar- benar rindu
padaku.”
Hey,
mengapa suara itu makin terdengar jelas?
“Karena aku tepat di belakangmu,
bodoh!”
“YA!!! SIAPA YANG KAU BILANG BODOH!”
Geramku sambil membalik tubuhku, dan dia benar- benar disitu bersandar di
tembok dan memasukan kedua tangannya ke saku celananya sambil menatapku heran.
“Dan siapa yang kau sebut namja
sialan?”
Tunggu, jangan- jangan sedari tadi
aku menyuarakan pikiranku yah?
“Ah, aku masih marah padamu. Untuk
apa aku berbicara padamu.” Sengitku sambil membalik badanku.
Eh? Kenapa aku jadi terlihat bodoh
yah? Untuk apa orang marah malah mendeklarasikannya?
“Ya! Kim Hakyung. Ayo kita
bertanding.”
Aku menghentikan langkahku namun
tidak berbalik. Aku mencoba mendengarkan ucapannya.
“Bukankah besok saem akan memberikan
kita test? Untuk menentukan siapa di antara kita yang akan mewakili sekolah
pada olimpiade Matematika itu?”
“Hmmm..” Gumamku menyetujui
ucapannya.
“Ayo kita bertanding, jika pada
akhirnya kau terpilih aku akan mengabulkan semua permintaanmu. Namun jika aku
yang berhasil, kau harus mau memberikan 1 menit penuh untukku. Aku ingin
mengatakan suatu hal padamu.”
Aku bisa mendengarnya menghela
nafas. Perjanjian ini tidak buruk?
Mungkin jika aku berhasil aku akan menghajarnya
lagi seperti dulu sebagai permintaan.
“Eotte?”
“Agree.”
_____
Kemudian hari berganti dengan cepat.
Dan aku sudah duduk berdua di kelas khusus –ya aku datang lagi ke kelas
ini karena hari ini adalah hari test, menunggu hasil test yang sudah kukerjakan
beberapa menit yang lalu. Aku mengerjakannya dengan lancar walau ada beberapa
soal yang membuatku berpikir lebih keras.
Kami berdiam diri dalam hening yang
cukup panjang. Menunggu songsaengnim kembali sambil membawa kertas hasil yang
telah kami kerjakan beserta nilainya.
Tumben sekali dia tidak mengajakku
berbicara atau setidaknya mengangguku.
Aku memberanikan diri melirik ke
samping untuk melihat apa yang sedang dia lakukan.
Namun diluar bayanganku, namja
sialan ini malah memiringkan wajahnya dan menempelkannya ke meja. Dia tidur.
Aku melihat ada guratan lelah
tersirat pada wajah sempurnanya. Apakah dia lelah karena belajar?
Mengapa dia ingin sekali
mengalahkanku?
Apa sebenarnya yang ingin ia ucapkan
dalam waktu semenit penuh itu?
Tanganku tanpa diperintah bergeser
dan melambai- lambai di depan wajahnya. Memastikan dia benar- benar terlelap.
Namun dugaanku salah, dia tidak
tertidur. Karena tangannya malah menangkap tanganku dan menggenggamnya.
“YA!” Bentakku sambil melepaskan
tangan kananku dari genggamannya.
“Tanganmu dingin sekali.. Apa yang
sedang kau risaukan?”
“Apa yang kau bicarakan?”
“Saat kau marah padaku dan
menghajarku saat itu, tanganmu juga sangat dingin. Aku bisa merasakannya
dibalik kulitku. Jadi aku hanya menebaknya, jika kau sedang marah atau
merisaukan sesuatu. Tanganmu akan sangat dingin. Apa aku benar?” Tanyanya tanpa
membuka matanya. Seakan- akan dia mengingau. Namun aku tahu dia sepenuhnya
sadar.
“Aku tidak tahu. Dan mengapa kau
terlihat begitu lelah?” Aku bertanya pelan, namun sepertinya dia masih dapat
mendengarku.
“Kau. Jika kau sedang menekan
gengsimu. Suaramu akan sangat memelan, seperti bisikan.” Racaunya lagi.
“Benarkah? Hey namja sialan, mengapa
kau berpikir seperti itu?” Tanyaku penasaran.
“Dan kau juga tidak pernah memanggil
namaku. Namja sialan? Aku mempunyai nama, Hakyung-ssi.”
“Aku tidak ingat namamu.” Dengusku.
Haruskah aku mengingat nama Oh Sehun, huh?
“Kau mengingatnya. Walau mungkin kau
memang sulit menghafal nama orang lain. Tapi kau mengingat namaku.”
Aku hanya mendengus. Dia itu terlalu
percaya diri.
“Hakyung-ah, walau aku tidak
mengenalmu cukup lama. Dan masa kecil kita yang kurang mengenakkan itu, tapi
aku selalu memperhatikanmu. Jadi tentu saja aku mengetahui kebiasaanmu.”
DEGGG
A.. Apa? Maksud perkataanya?
Dia.. Apa?! Memperhatikanku?
“Ya, apakah hal ini yang ingin kau
ucapkan dalam waktu satu menit penuh itu?” Sial, aku sendiri juga bisa
mendengar bahwa suaraku bergetar.
“Bukan. Yang ingin kuucapkan jauh
lebih penting.” Ujarnya tenang.
Untuk sesaat aku merasa, aku ingin
kalah. Aku ingin mendengar hal yang ingin ia ucapkan itu.
Bisakah?
“Haksengdeul.” Aku menoleh cepat ke
arah pintu dan melihat songsaengnim telah muncul sambil membawa 2 kertas yang
telah selesai ia periksa. Karena aku bisa melihat tinta merahnya menembus
sampai bagian belakang kertas.
“Kalian benar- benar luar biasa.
Lihat hasil ini..” Saem menyodorkan dua kertas ke arah kami dengan wajah penuh
semangat.
“Kalian hanya salah 1 dan salah di
soal yang sama. Atau mungkin soal tersebut yang bermasaah? Kemungkinan seperti
itu tetap ada bukan?”
“Jadi?” Ucapku dan namja itu
berbarengan.
“Saem sudah mempertimbangkan. Dan
rupanya kepala sekolah juga menyetujuinya. Bagaimana jika kalian berdua saja
yang mewakili sekolah dalam Olimpiade Matematika itu?” Sekali lagi saem
bertanya. Raut wajahnya benar- benar tidak ternilai. Terlalu bersemangat dan
berbinar.
Oh God!
_______
Aku menyusuri lorong kelas, berniat
melangkahkan kakiku untuk pulang. Namja itu berjalan tidak jauh dariku.
“Hey, jadi bagaimana perjanjiannya?”
Akhirnya ia bersuara dan menanyakan hal yang sedari tadi juga kupikirkan.
“Dikarenakan kita berdua sama- sama
lolos. Bagaimana jika kita sama- sama mengabulkan permintaan itu?”
“Suaramu pelan. Kau sedang menekan
gengsimu yah? Wah, jadi kau benar- benar ingin tahu apa yang ingin kuucapkan. Daebakkk”
Aku membelalakan mata dan menatapnya garang, seenaknya saja ia menyimpulkan.
Namja itu terkekeh, kemudian kembali
bersuara.
“Tidak buruk juga, kau duluan. Hal
apa saja yang kau ingin tuk ku kabulkan.” Ujarnya sambil mengedipkan sebelah
matanya.
“Ada 3 hal.”
“Whoaa.. Too much. Apakah
salah satunya kau ingin menghajarku lagi karena kau sekali lagi tidak bisa
melewatiku? Walau sekarang taraf kita sama, tapi kau tetap tidak bisa
mengalahkanku kan?”
“Ckkk.. Shut up! Bukan itu,
bodoh.”
“Siapa disini sebenarnya yang bodoh,
huh?” Balasnya sengit. Dia ingin ribut?!
“Aku hanya ingin membalasnya karena
kau pernah memanggilku bodoh!”
“Ya terserah padamu lah. Lanjutkan
pembicaraan kita sebelum terpotong ribut tidak jelas ini.” Ujarnya sambil
mengibas- ngibaskan tangannya ke udara. Uh! Membuatku kesal saja.
Kutarik napas panjang- panjang dan
mulai melanjutkan ucapanku yang terpotong tadi.
“Hal pertama, uhmm…”
“Mwo?”
“Bisakah? Kita belajar bersama?” Aku
menutup mataku cepat. Tidak sanggup melihat ekspresinya.
“Boleh saja.” Aku membayangkannya
akan tertawa atau malah mengejekku, tapi mengapa dia malah menyetujuinya
secepat dan semudah itu.
“Ah maksudku, aku merasa peningkatan
ketika… Uh! Jangan sombong dulu. Maksudku begini. Belajar yang dimaksudkan
disini, bukan kau harus mengajariku. Tapi begini, duh.”
“Hey, santai saja. Tidak usah panik
begitu.” Ujarnya yang entah mengapa sudah berada di sebelahku dan mengusap
puncak kepalaku.
Mungkin maksudnya ingin
menenangkanku, tapi mengapa yng kurasa malah sebaliknya.
Aku makin
gugup, bodoh!
“Aku ingin melanjutkan kegiatan
sehari- hari kita sampai hari Olimpiade. Mengerjakan soal- soal tiap pulang
sekolah, dan bersaing menyelesaikannya terlebih dahulu. Metode belajar seperti
itu, sangat membantuku. Dan aku, membutuhkanmu.” Terangku pada akhirnya. Uhh
aku dapat merasakannya, wajahku memanas. Malu sekali!
“Aigoo kyeoptaaaa.” Dia
mencubit sisi kanan pipiku dan terkekeh pelan.
Aku terkejut, tentu saja. Dia itu
mudah sekali berubah- ubah? Sedetik sebelumnya dia sangat menyebalkan, kemudian
sangat manis, lalu menjadi dewasa. Namja ini benar- benar tidak bisa dibaca.
“Sesulit itukah untuk berkata jujur,
hmm? Kau hanya perlu meminta pertolonganku saja. Hakyung-ah, kau memiliki
gengsi yang sangat tinggi.”
Ya! Aku tidak perlu dia memperjelas
hal itu.
“Shut up your mouth!”
Dengusku sambil menatapnya tajam.
“Arraseo. Satu permintaanmu
terkabul. Kita bisa memulainya besok, bagaimana? Berhubung olimpiade sekitar 2
minggu lagi.” Tawarnya yang hanya dibalas anggukan ringan dariku.
“Permintaanmu yang selanjutnya.”
Aku menarik napas panjang. “Aku
ingin bertanya.” Uh, tunggu. Haruskah aku menanyakannya? Jujur saja aku
penasaran, tapi di sisi lain aku tidak ingin mengetahui jawabannya.
Aku hanya takut. Takut mendengar
jawabannya. Takut jika alasan sebenarnya mengapa ia menciumku membuatku
terluka.
Tapi memangnya apa yang kuharapkan?
Lupakan! Aku tidak jadi bertanya.
Untuk apa aku mengungkit hal bodoh itu lagi.
Hal bodoh yang entah karena alasan
apa selalu saja bersarang di otakku bagai virus. Aku sama sekali tidak bisa
melupakannya sebarapa ingin aku mencobanya.
GREPP
Mataku membulat sempurna dan menoleh
ke arah tangan kananku yang digenggam seseorang.
Namja ini dengan santainya menoleh
dan tersenyum miring ke arahku.
“Tanganmu dingin, aku hanya berusaha
membagi sedikit kehangatan saja. Aku jadi penasaran pertanyaan apa yang ingin
kau tanyakan sampai membuatmu risau begini?”
Ya, dan dia benar. Bahkan bukan
hanya tanganku. Hatiku sekarang terasa jauh lebih hangat. Dan aku ingin tidak
berminat melepaskan tangannya juga. Tapi bukankah ini memalukan?
“Lepaskan tanganku.” Ya, namja ini
benar. Gengsiku memang terlalu tinggi.
“Tidak..”
“Terserah padamulah.” Kemudian
kulihat senyum kemenangan terukir di bibirnya. Apakah dia merasa menang karena
hal ini? “Pertanyaanmu?” Lanjutnya.
“Aku tidak jadi bertanya.” Aku
berkata dengan santai sambil membelokan tubuhku untuk menuruni anak tangga.
“Ya! Jangan membuatku penasaran atau
kau akan kuhukum, Hakyung-ah.” Aku mendengus pelan, dia mau menghukumku?
“Bagaimana jika aku menciummu lagi?
Sebagai hukumanku?” Sengitnya membalas pertanyaan di pikiranku yang bahkan
tidak aku ucapkan.
“YA!! Jangan membahas hal itu lagi!”
Jeritku seraya berusaha melepas tanganku yang terkunci di dalam genggaman
tangannya. Ciuman? Uh membuatku frustasi!
“Ya, Hakyung-ah. Jangan- jangan..
Hal yang ingin kau tanyakan berhubungan dengan ciuman saat itu? Apa kau ingin
mengetahui alasan mengapa aku menciummu?”
BINGO! Aku terdiam. Apakah dia
cenayang? Tebakannya tepat sekali.
Aku menghentikan langkahku.
“Ternyata memang itu. Akan kujawab.
Sebenarnya, aku menciummu saat itu karena aku ingin membalas dendam. Kau ingat,
kau pernah menghajarku di masa lalu.”
“M…. Mwo?” Ternyata memang itu yah.
Ternyata memang benar, lebih baik aku tidak tahu alasannya. Aku tidak ingin
mendengar sesuatu yang dapat membuatku terluka. Terkadang ketidak tahuan lebih
baik pada kasus seperti ini.
Aku menarik tanganku secara kasar.
Aku tidak ingin melihatnya, aku sangat membencinya.
Tapi seakan melarangku melepaskan
diri, genggaman tangannya terasa makin erat. Benar- benar membuatku frustasi.
“YA!” Aku membentaknya, namun tetap
saja air mata tetap terjatuh begitu saja tanpa bisa menahannya sedikit lebih
lama. Aku tidak ingin menangis dalam keadaan ini, apalagi di depannya.
______
Sehun’s
PoV
Mataku terbelalak sempurna ketika
melihat air mata jatuh dari pelupuk matanya.
Mengapa ia menangis?
Tanpa sadar aku telah menariknya dan
memojokannya di dinding belakangku. Kemudian menguncinya dengan kedua tanganku
di kedua sisinya.
“Wae? Mengapa kau menangis?” Yah,
bahkan aku bisa mendengarnya. Nada suaraku yang tajam dan mengintimidasinya.
“Apa mungkin kau menangis karena
jawabanku barusan?” Ya, itu kemungkinan terbesar. Aku tahu, aku tidak menjawab
yang sebenarnya barusan. Aku berbohong karena aku merasa gengsi.
Dan aku menyesal sekarang.
Mungkinkah perasaanya padaku sama seperti perasaanku padanya? Sehingga
membuatnya…. Terluka dengan jawabanku?
Tanpa pikir panjang aku merengkuh
tubuh mungilnya dalam dekapanku. Tidak, aku tidak ingin kehilangannya hanya
karena gengsiku.
“Kim Hakyung, dengarkan aku. Semenit
yang ingin kuucapkan akan kumulai. Semenit ini kau harus mendengarkanku dengan
baik. Karena waktu ini milikku. Aku ingin melepas segala gengsiku, maka kaupun
harus melakukan hal yang sama.”
Aku menarik napas panjang. Dia masih
terdiam di dalam pelukanku.
“Aku tidak menciummu karena dendam
atau apapun yang kuucapkan tadi. Aku menciummu karena…. Karena aku ingin
menciummu. Kau orang pertama yang pernah menghajarku, kau orang pertama yang
pernah kucium. Dan kau juga orang pertama yang menarik perhatianku. Dan kurasa
perasaan ini telah hadir sejak dulu, sejak yeoja kecil bernama Kim Hakyung
selalu menatapku dengan pandangan kesal dan sengit. Saat yeoja kecil itu
menghajarku ketika kenaikan kelas. Kemudian yeoja kecil itu bertumbuh menjadi
yeoja yang manis dan cantik. Dan masih menatapku dengan pandangan yang sama
seperti dulu. Kau berbeda dan kau menarik. Hidupku jauh lebih menarik ketika
kau hadir di sekelilingku.” Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya jauh ke
dalam matanya, berusaha meyakinkannya bahwa yang kuucapkan ini sungguh-
sungguh.
“Aku menyukainya, yeoja bernama Kim
Hakyung. Menyukai cara dia menatapku, berbicara denganku, bertengkar denganku.
Menyukai kepribadiannya yang terkadang menyebalkan, dan menyukai caranya yang
unik dalam memanggilku. Yeoja yang tidak pernah sekalipun memanggil namaku.”
Aku tersenyum tulus. Dia harus tahu, aku benar- benar tulus. Perasaanku
padanya.
Perasaan yang aku ingin mempertahankannya
sampai akhir. Mungkin, karena dialah cinta pertamaku dan harus menjadi cinta
terakhirku.
“Bolehkah aku bertanya? Permintaanku
yang ketiga.” Jawabnya singkat. Aku bisa merasakannya, hatiku berdebar dengan
sangat kencang. Seakan- akan sedang menunggu hasil pengumuman kelulusan. Bahkan
lebih parah dari itu.
“Bolehkah aku juga menyukaimu?”
Tanyanya polos sambil tersenyum dengan cara yang tidak pernah kulihat. Sangat
manis. Dan senyumnya itu seperti candu bagiku. Aku ingin melihatnya lagi.
Dan apa yang dia ucapkan tadi benar-
benar membuatku seakan melayang.
Dia
menyukaiku. Dia menyukaimu, Oh Sehun!
_______
Hakyung’s PoV
“Bolehkah aku juga menyukaimu?”
Kata- kata itu meluncur bebas dari dalam mulutku seakan tidak ada yang dapat
menghentikannya. Kata- kata yang berasal dari dalam hatiku. Perasaanku yang
baru saja kupahami maksudnya beberapa saat yang lalu.
Mungkin aku pintar? Tapi aku sangat
lamban dalam memahami hal seperti ini. Tapi aku bersyukur, karena pada akhirnya
aku bisa memahaminya. Dan saat aku memahaminya waktuku belum terlambat.
Aku takut kehilangannya jika aku
terlambat.
Tunggu, seperti katanya tadi. Dalam
satu menit ini aku harus melepas gengsiku, kan? Satu menit itu belum berakhir.
Namja itu berdeham kecil. Kemudian
kembali bersuara,
“Kau tidak perlu bertanya lagi,
karena jika kau tidak menyukaiku pun aku akan membuatmu menyukaiku. Karena kau
adalah milikku.”
Aku baru hendak mengucapkan sesuatu.
Tapi telunjuk terarah ke bibirku menyuruhku untuk diam.
“Dan satu lagi sebelum satu menitku
berakhir. Bisakah kau memanggil namaku? Sekali saja?”
Kemudian aku tersenyum kecil. Sehun,
Oh Sehun. Namanya Oh Sehun. Nama yang tentu saja tidak akan pernah aku lupakan
lagi.
“Sehun-ah…”
Aku mengangkat wajahku dan
menatapnya. Dia tersenyum dengan sangat tampannya. Namja ini benar- benar
tampan.
“Kau tahu? Selama ini aku selalu
berpikir tidak masalah jika kau tidak ingin memanggil namaku. Tapi aku tidak
ingin berpikir seperti itu lagi, caramu memanggil namaku benar- benar sesuatu
yang berbeda. Menarik. Dan aku ingin mendengarnya setiap hari. Jadi bersiaplah!
Jika kau memanggilku dengan ‘Ya!’, ‘Namja sialan’ , atau apapun. Aku akan
menghukummu.”
“Oh Sehun, babo. Dengarkan baik-
baik yah. Sebagai pacar aku akan malu jika tidak pernah memanggil nama pacarnya
sendiri. Jadi Sehun-ah, aku juga akan belajar memanggil namamu sebanyak yang
kau mau!” Ujarku ketus.
“Satu menit telah berakhir yah? Eh….
Tunggu. Sebagai pacar? Jadi kita pacaran sekarang?” Dia!! Masih saja. Ah aku
tidak peduli. Kutendang kakinya keras- keras dan berjalan lurus menuruni sisa
anak tangga.
“Ya! Jangan marah, nae yeoja
chingu!”
________
“Hey, aku ingin tahu. Saat test,
mengapa kau salah di soal yang bobot soalnya sama dengan soal yang kuajarkan
saat itu?” Tanyaku penasaran saat aku berjalan ke arah parkiran dengannya di
suatu sore. Berencana ingin pulang bersama.
“Karena aku tidak tahu bagaimana
cara menyelesaikannya. Jujur saja saat itu aku tidak tertarik mendengar
ajaranmu. Wajahmu lebih menyita perhatianku.” Jawabnya santai seraya meminum colanya.
“Ya! Kau membuatku membuang- buang
tenagaku.” Erangku dan melancarkan death glare ku padanya.
“Bagaimana denganmu? Bukankah kau
salah di soal yang sama?”
“Aku.. Aku tidak mengingatnya lagi.
Soal macam itu lagi membuatku teringat akan ciuman –Ah sudahlah!”
“Kau ingin melakukannya lagi?”
Tawarnya sambil menatapku jahil.
“Dasar bodoh.” Dengusku malas.
Jangan mulai membuatku kesal, Oh Sehun.
“Siapa yang kau sebut bodoh, huh?”
Balasnya sengit.
“Kau makhluk terbodoh yang pernah
kutemui, Oh Sehun!”
“Tapi kau menyukaiku kan? Jadi tak
masalah. Lagipula kau belum pernah benar- benar bisa melewatiku.”
Uh!
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar